Sujud Terakhir Ayah (Part 8)

Juli 04, 2022
0 komentar
Setelah kejadian tempo hari, pak Mahmud perlahan kembali beraktivitas seperti biasa. Guratan kesedihan di wajahnya perlahan pupus. 

Pagi ini, pak Mahmud sudah berada di depan hamparan sawah milik mereka. Rencananya, besok atau lusa, padi sudah dapat dipanen. Pak Mahmud jelas tidak sendirian memanen sawak miliknya, akan dibantu beberapa tetangga juga. 

"Yah, ibu senang padi-padi kita enggak gagal panen bulan ini. Uangnya bisa ditabung untuk sekolah Mumtaz dan Yusuf, serta untuk tambahan nikahan Hafiz," ujar Mualimah

Pak Mahmud seketika menoleh, merasa kaget dengan apa yang barusan didengarnya. "Untuk nikahan Hafiz? Kok Ayah enggak tahu Hafiz minta menikah?" tanya Mahmud yang jelas kaget mendengar berita ini.

"Emangnya ibu salah ya, Yah? Hafiz bakal menikah kan? Apakah hari ini, besok, lusa, bulan depan atau tahun depan, pasti menikah, kan? Enggak ada salahnya kita mempersiapkannya sejak dini," kekeh Mualimah 

"Ayah pikir Hafiz sudah ingin menikah, Bu. Ibu sih, ceritanya gak komplit," ucap Mahmud dengan tawa khas-nya.

Anak adalah titipan sang Maha Pencipta, suatu saat akan berpisah dengan orang tuanya, membina kehidupan baru dengan jodohnya. Orang tua mana yang tidak bahagia, jika mendengar sang anak telah menemukan tambatan hatinya. 

Mualimah dan Mahmud kini berpindah menuju saung di tengah hamparan sawah mereka. Kebetulan Mumtaz dan Yusuf sedang libur sekolah, Mualimah meminta mereka untuk menjaga toko di pasar agar mereka bisa melihat sawah yang sebentar lagi panen. 

Di tengah sawah, ada sebuah gubuk tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, cukup untuk dua orang yang ingin melepas lelah sambil minum teh atau pisang goreng hangat.

"Bu, kalau Ayah meninggal, tolong titip Mumtaz dan Yusuf ya, Bu. Beri mereka pendidikan terbaik, atau ikutkan kursus menjahit untuk Mumtaz, dan serahkan saja toko ke Yusuf untuk menjadi pegangan hidupnya kelak," ujar Mahmud yang langsung ditanggapi raut terkejut Mualimah.

"Ayah kok ngomongnya gitu? Seperti orang yang mintoni saja, insyaa Allah Ayah akan menyaksikan mereka semua tumbuh besar dan dewasa, menghantarkan mereka juga menemukan jodoh masing-masing," jawab Mualimah berusaha tenang, meski di dalam hatinya ia merasa ada desiran yang berbeda saat pak Mahmud menyampaikan pesannya.

⭐⭐⭐

Sudah empat malam Hafiz tidak pulang ke rumah, terakhir dia pamit untuk mengisi kajian sekaligus ceramah di luar pulau Jawa. 

Malam ini, selepas shalat isya berjamaah, pak Mahmud mengajak seluruh keluarganya untuk berkumpul sambil makan malam. Tidak ada rasa curiga diantara mereka, karena kebiasaan ini memang mereka lakukan setiap malam. 

Saat semua sedang menyantap menu makan malam sederhana mereka, tiba-tiba pak Mahmud memulai percakapan "Yusuf, Ayah titip Ibu dan Mumtaz, ya. Mana tahu minggu depan ayah pergi meninggalkan kalian semua," ucap Mahmud.

Sontak Mualimah, Yusuf dan Mumtaz menghentikan aktivitas makan mereka. Semua saling pandang satu sama lain. Mencoba menelaah kata demi kata yang disampaikan ayahanda. Ini bukan perkataan biasa, ayah pasti sudah memiliki firasat. Konon, hanya orang-orang tertentu yang dapat merasakan firasat kepergian mereka. 

"Ayah ngomong apa sih? Kan masih ada kak Hafiz, kenapa Yusuf? Yusuf masih kecil, Ayah, lagian ayah sehat-sehat aja, Yusuf mau ayah yang jaga kami semua, kita saling menjaga," ucap Yusuf masih tak percaya dengan permintaan sang Ayah.

"Umur tidak ada yang tahu, Suf, Ayah yakin, kamu lebih mampu menjaga ibu dan kakak perempuanmu," ujar Mahmud.

"Lalu, bagaimana dengan kak Hafiz, ia lebih paham agama dibanding Yusuf, dan juga lebih dewasa dibanding Yusuf, mengapa tidak menunggu kak Hafiz saja baru ayah sampaikan ini?" cecar Yusuf, bukan ia bermaksud menolah keinginan sang Ayah, namun, ia masih sangat kecil untuk diamanahkan tanggung jawab sebesar itu, lagi pula, Mahmud juga terlihat sangat sehat. 

"Hafiz sedang tersesat dalam nikmat, ia lupa kalau nikmat kejayaan, kekayaan itu adalah bagian dari ujian, dan dia belum lulus melewati itu, Ayah khawatir, dia tak akan mampu menjaga kakak dan Ibumu," jawab Mahmud dengan nada sangat tenang.

Selama ini, yang kita tahu, bahwa kesulitan, kesusahan, kemiskinan, adalah ujian dari Allah, padahal, kekayaan, kejayaan, menjadi terkenal dan disanjung banyak orang juga merupakan ujian, tidak lah kita hidup tanpa ujian. Sebagaimana firman Allah ta'ala

Allah SWT berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ "Setiap jiwa pasti akan mati. Dan, Kami uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali." (QS al- Anbiya' [21]: 35).

Hafiz sedang menikmati masa-masa kejayaannya, ia kaget dengan banyaknya pujian dan sanjungan yang hadir dalam hidupnya, hingga ia lupa, bahwa semua manusia tak luput dari ujian. 


⭐⭐⭐

Suasana pagi ini sedikit canggung, sejak Mahmud menyampaikan amanatnya pada seluruh anggota keluarga, hingga pagi menjelang, baik Mumtaz maupun Mualimah tidak bisa tidur dengan tenang. Semua merasa gelisah, takut-takut ini adalah pertanda. 

Mualimah tiba-tiba teringat, kalau hari ini Hafiz akan kembali setelah road show ceramah ke berbagai kota di luar pulau Jawa. Segera ia mengambil smatphone miliknya dan menghubungi kontak Hafiz-anak sulungnya. 

"Assalamu'alaikum Hafiz, sudah berangkat pulang, Nak?" tanya Mualimah dari ujung telpon dengan nada gusar.

"Waa'alikumsalam, Bu. Iya bu, ini sudah di pelabuhan Bakauheni, tumben ibu nelpon tergesa begitu? Ada apa, Bu?" tanya Hafiz

"Em...tii..tidak ada apa-apa, Nak. Cepat lah pulang, ibu hanya khawatir saja," jelas Mualimah tak ingin membuat anaknya khawatir.

"Baik, Bu. Kalau sudah keluar dari pelabuhan Bakauheni, Hafiz kabarin ibu, ya," ujar Hafiz sembari menutup telpon.

Belum lama berselang, Mumtaz yang baru tiba  sepulang dari toko, berjalan tergesa-gesa menuju rumahnya. 

"Bu..ibu....," panggil Mumtaz sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling rumah.

Mualimah beranjak dari kamarnya dan berjalan tergopo-gopoh mendengar sang putri memanggil kebingungan. "Ada apa Mumtaz? Kenapa tergesa seperti ini? Ada apa? Ada apa? Cepat katakan!" pinta Mualimah yang kini tak kalah gusar. 

"A...ayah, Bu. Ayah pingsan!" ucap Mumtaz terbata.

"Loh..kok bisa? Ayo..ayo cepat kita ke toko, di sana ada Yusuf, kan?" tanya Mualimah dengan panik.

"Ada, Bu. Ada pak Budi pemilik toko jahit sebelah juga," isak Mumtaz, ia tak kuasa melihat kondisi sang Ayah yang tiba- tiba pingsan saat melayani pembeli, ditambah kalimat-kalimat ayahnya tadi malam memutari isi kepalanya.

⭐⭐⭐

Bersambung ya teman-teman..

Bab-bab menuju ending, nih.. Spoiler dikit enggak apa-apa ya.. 

Cerbung Sujud Terakhir Ayah akan aku tamatkan sampai bab 10 aja loh.. 

Hiks...hiks... 😭

Ada apa dengan pak Mahmud ya? Apakah wasiatnya benar-benar akan terjadi? 




Komentar

Postingan Populer