Citayam Fashion Week sebagai Cerminan Generasi Z Masa Depan yang Perlu Diperhatikan
Siapa yang tidak tahu trend yang saat ini sedang banyak digandrungi bahkan dijadikan sebagai kiblat gaulnya anak muda? Ya, Citayam Fashion Week. Sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu saya ingin menuliskan ini, membagikan perspektif saya, pendapat pribadi saya tentang trend yang sedang booming ini.
Mungkin sebelum akhirnya saya
memubliskan tulisan ini, pasti sudah ada blogger, penulis atau pemerhati pendidikan
lain yang telah lebih dulu speak up. Awalnya saya cukup terkejut dengan
sebuah berita yang beredar, “Bonge menolak beasiswa Sandiaga Uno”
Hati saya langsung makjleb,
membayangkan betapa inginnya saya mendapatkan beasiswa sejak dulu lalu dengan
mudahnya salah satu icon Citayam Fashion Week yang lebih dikenal dengan panggilan
Bonge menolak tawaran tersebut. Terlepas apa alasan Bonge menolak tawaran beasiswa
yang diberikan Sandiaga Uno, muncul lah berbagai tanggapan dari pada netizen. Banyak
yang menyayangkan keputusan beliau, sampai ada salah seorang netizen
berkomentar langsung di akun Instagram milik Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatis Indonesia. “Maaf Pak Sandi,
mungkin bisa ditawarkan kepada yang lain saja.”
Pro – Kontra bermunculan dari
berbagai kalangan, ada yang membenarkan, banyak pula yang menyayangkan. Apa yang
dapat sobat HujanPena tangkap dari penolakan Bonge ini? Saya tidak akan menghakimi
atau menyimpulkan bahwa Dia tidak memiliki minat untuk sekolah lagi, No!
Saya justru ingin meluruskan,
semoga tulisan saya dibaca oleh kaum muda generasi masa depan Indonesia, juga
para orangtua yang harus lebih aware terhadap fenomena viral ini. Pertama,
dari kacamata seorang guru, jujur saya terkejut dengan rentang usia generasi Z
yang memenuhi kawasan SCBD beberapa hari ini. Mereka ternyata berusia di
rentang 15-24 tahun. Berdasarkan Sensus Penduduk 2020,
kelompok usia tersebut masuk kategori Gen Z yang jumlahnya mencapai 74,9 juta
jiwa atau 22,9% dari total penduduk. Artinya sebahagian besar dari
mereka adalah pelajar. Lalu bayangkan, selama satu minggu penuh, Kawasan SCBD
dipenuhi oleh mereka bahkan ada yang rela tidur di pinggir toko, halte dan
tempat umum lainnya. Pertanyaannya, “Apakah mereka tidak bersekolah? Putus sekolah
atau bagaimana?”
Kemana pejabat
pemerintah daerah kita? Membiarkan anak sengaja untuk putus sekolah? Membiarkan
anak remaja pemegang masa depan berkumpul pada weekday dengan dalih “Biarkan
saja, anak muda butuh wadah untuk mengapresiasi diri.”
Sejak saya
masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), salah seorang guru pernah
mengatakan “Cari komunitas, grup atau perkumpulan yang positif, ya!”
Saya
justru sangat mengapresiasi kreativitas Bonge dan teman-temannya, tetapi akan
lebih baik lagi jika mereka diberi wadah yang tepat, bukan menjadi konsumsi publik,
dipertontonkan, dipuja untuk sementara lalu menghilang setelah usai masanya. Di
sinilah pemerintah benar-benar harus memfasilitasi wadah mereka untuk berkreasi
dan lebih kreatif lagi. Hal ini tidak dapat kita biarkan begitu saja, bukan
saya tidak sependapat dengan berbagai komentar yang mengatakan bahwa setiap
anak itu berbeda, memiliki keunikan dan kecerdasan masing-masing. Saya hanya
ingin kecerdasan yang mereka miliki khususnya di dunia kreatif menjadi jalan
untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Bukan sekadar berjoget dengan lawan
jenis atau berlenggak-lenggok dengan busana yang minim dana.
Kedua,
dari kacamata sebagai orang tua. Melihat fenomena yang sedang viral ini, saya
ngebatin “Ini orangtuanya apa enggak nyariin? Setiap hari rame-rame pergi
naik kereta api dari daerah pinggiran Jakarta untuk menghentak Ibukota apa
tidak dicariin keluarganya?”
Memang bukan
ranah saya untuk mengurusi apakah kehadiran mereka dicari atau tidak oleh
orangtua masing-masing, karena pasti ada banyak sekali kisah dibalik itu. Namun,
ada reminder tersendiri untuk kita di masa yang akan datang. Kalau di
tahun 2022 kita sudah melihat ragam anak muda yang lebih tertarik menjadi viral
dan terkenal dengan cara yang instan daripada berlomba meraih prestasi akademik
lainnya. Jelas hal ini menjadi tugas kita bersama, sebagai orangtua dan
keluarga yang memiliki anak seusia mereka, haruslah memberikan pengertian,
edukasi bagi mereka untuk lebih selektif memilih pergaulan, memilih teman dan
lebih berfokus pada ibadah atau pendidikannya. Karena saya meyakini,
kreativitas yang didukung dengan ilmu akan semakin luas kebermanfaatannya.
Saya malah
tertarik untuk merangkul remaja yang memenuhi SCBD dalam ajang Citayam Fashion
Week untuk sama-sama belajar apa yang mungkin tidak mereka dapatkan di bangku
sekolah. Mungkin saja, mereka “meralikan” diri dari kehidupan nyata yang tidak
sesuai ekspektasi, mencari jati diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang jauh
dari cerminan remaja seusianya. Saya katakana, ini masalah serius, mereka butuh
penanganan serius pula. Perlu Kerjasama semua pihak. Bukan malah terus
dibiarkan bergulir agar semakin populer lalu ending-nya malah menjadi
ladang cuan oleh kaum elit.
Apalagi
setelah maraknya remaja berjenis kelamin lelaki yang lihai berlenggak-lenggok
bak wanita menggunakan pakaian yang
sepantasnya dipakai oleh lawan jenisnya. Dalam beberapa berita yang say abaca,
Dinas Sosial bertindak tegas mengeluarkan ultimatum bagi mereka untuk tidak
lagi berpakaian seperti itu kalau tidak ingin digiring masuk Dinas Sosial kota
Jakarta dengan perintah khusus dari Wagub DKI Jakarta. Fakta-fakta mengejutkan
ini semakin membuat hati saya ngilu. Akan seperti apa wajah generasi masa
depan jika kreativitas mereka salah tempat? Bagaimana kita memberi contoh role
model remaja berprestasi agar kelas generasi berlomba untuk lebih baik dari
segi akademiknya, jika yang bukan yang seharusnya mereka lakukan diusianya
justru diberi tepukan yang meriah?
Referensi
"Kecemasan Gen Z di Balik Gemerlap Citayam
Fashion Week - Analisis Data Katadata" , https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/62df95d982e3c/kecemasan-gen-z-di-balik-gemerlap-citayam-fashion-week-Penulis: Aria W. Yudhistira,
diakses pada 29 Juli 2022
Sama kak aku juga pengen banget dapat beasiswa bahkan aku pernah berjuang buat dapat beasiswa eh malah gagal dan sekarang lagi berjuang lagi buat dapat beasiswa trus pas tau bonge nolak beasiswa auto jlebb banget sih kak, rasanya pengen nangis.
BalasHapus