Citayam Fashion Week sebagai Cerminan Generasi Z Masa Depan yang Perlu Diperhatikan

Juli 29, 2022
1 komentar

 

Siapa yang tidak tahu trend yang saat ini sedang banyak digandrungi bahkan dijadikan sebagai kiblat gaulnya anak muda? Ya, Citayam Fashion Week. Sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu saya ingin menuliskan ini, membagikan perspektif saya, pendapat pribadi saya tentang trend yang sedang booming ini.

Mungkin sebelum akhirnya saya memubliskan tulisan ini, pasti sudah ada blogger, penulis atau pemerhati pendidikan lain yang telah lebih dulu speak up. Awalnya saya cukup terkejut dengan sebuah berita yang beredar, “Bonge menolak beasiswa Sandiaga Uno”

Hati saya langsung makjleb, membayangkan betapa inginnya saya mendapatkan beasiswa sejak dulu lalu dengan mudahnya salah satu icon Citayam Fashion Week yang lebih dikenal dengan panggilan Bonge menolak tawaran tersebut. Terlepas apa alasan Bonge menolak tawaran beasiswa yang diberikan Sandiaga Uno, muncul lah berbagai tanggapan dari pada netizen. Banyak yang menyayangkan keputusan beliau, sampai ada salah seorang netizen berkomentar langsung di akun Instagram milik Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatis Indonesia.  “Maaf Pak Sandi, mungkin bisa ditawarkan kepada yang lain saja.”

Pro – Kontra bermunculan dari berbagai kalangan, ada yang membenarkan, banyak pula yang menyayangkan. Apa yang dapat sobat HujanPena tangkap dari penolakan Bonge ini? Saya tidak akan menghakimi atau menyimpulkan bahwa Dia tidak memiliki minat untuk sekolah lagi, No!

Saya justru ingin meluruskan, semoga tulisan saya dibaca oleh kaum muda generasi masa depan Indonesia, juga para orangtua yang harus lebih aware terhadap fenomena viral ini. Pertama, dari kacamata seorang guru, jujur saya terkejut dengan rentang usia generasi Z yang memenuhi kawasan SCBD beberapa hari ini. Mereka ternyata berusia di rentang 15-24 tahun. Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, kelompok usia tersebut masuk kategori Gen Z yang jumlahnya mencapai 74,9 juta jiwa atau 22,9% dari total penduduk. Artinya sebahagian besar dari mereka adalah pelajar. Lalu bayangkan, selama satu minggu penuh, Kawasan SCBD dipenuhi oleh mereka bahkan ada yang rela tidur di pinggir toko, halte dan tempat umum lainnya. Pertanyaannya, “Apakah mereka tidak bersekolah? Putus sekolah atau bagaimana?”

Kemana pejabat pemerintah daerah kita? Membiarkan anak sengaja untuk putus sekolah? Membiarkan anak remaja pemegang masa depan berkumpul pada weekday dengan dalih “Biarkan saja, anak muda butuh wadah untuk mengapresiasi diri.”

Sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), salah seorang guru pernah mengatakan “Cari komunitas, grup atau perkumpulan yang positif, ya!”

Saya justru sangat mengapresiasi kreativitas Bonge dan teman-temannya, tetapi akan lebih baik lagi jika mereka diberi wadah yang tepat, bukan menjadi konsumsi publik, dipertontonkan, dipuja untuk sementara lalu menghilang setelah usai masanya. Di sinilah pemerintah benar-benar harus memfasilitasi wadah mereka untuk berkreasi dan lebih kreatif lagi. Hal ini tidak dapat kita biarkan begitu saja, bukan saya tidak sependapat dengan berbagai komentar yang mengatakan bahwa setiap anak itu berbeda, memiliki keunikan dan kecerdasan masing-masing. Saya hanya ingin kecerdasan yang mereka miliki khususnya di dunia kreatif menjadi jalan untuk kehidupan mereka yang lebih baik. Bukan sekadar berjoget dengan lawan jenis atau berlenggak-lenggok dengan busana yang minim dana.

 

Kedua, dari kacamata sebagai orang tua. Melihat fenomena yang sedang viral ini, saya ngebatin “Ini orangtuanya apa enggak nyariin? Setiap hari rame-rame pergi naik kereta api dari daerah pinggiran Jakarta untuk menghentak Ibukota apa tidak dicariin keluarganya?”

Memang bukan ranah saya untuk mengurusi apakah kehadiran mereka dicari atau tidak oleh orangtua masing-masing, karena pasti ada banyak sekali kisah dibalik itu. Namun, ada reminder tersendiri untuk kita di masa yang akan datang. Kalau di tahun 2022 kita sudah melihat ragam anak muda yang lebih tertarik menjadi viral dan terkenal dengan cara yang instan daripada berlomba meraih prestasi akademik lainnya. Jelas hal ini menjadi tugas kita bersama, sebagai orangtua dan keluarga yang memiliki anak seusia mereka, haruslah memberikan pengertian, edukasi bagi mereka untuk lebih selektif memilih pergaulan, memilih teman dan lebih berfokus pada ibadah atau pendidikannya. Karena saya meyakini, kreativitas yang didukung dengan ilmu akan semakin luas kebermanfaatannya.

Saya malah tertarik untuk merangkul remaja yang memenuhi SCBD dalam ajang Citayam Fashion Week untuk sama-sama belajar apa yang mungkin tidak mereka dapatkan di bangku sekolah. Mungkin saja, mereka “meralikan” diri dari kehidupan nyata yang tidak sesuai ekspektasi, mencari jati diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang jauh dari cerminan remaja seusianya. Saya katakana, ini masalah serius, mereka butuh penanganan serius pula. Perlu Kerjasama semua pihak. Bukan malah terus dibiarkan bergulir agar semakin populer lalu ending-nya malah menjadi ladang cuan oleh kaum elit.

Apalagi setelah maraknya remaja berjenis kelamin lelaki yang lihai berlenggak-lenggok bak wanita  menggunakan pakaian yang sepantasnya dipakai oleh lawan jenisnya. Dalam beberapa berita yang say abaca, Dinas Sosial bertindak tegas mengeluarkan ultimatum bagi mereka untuk tidak lagi berpakaian seperti itu kalau tidak ingin digiring masuk Dinas Sosial kota Jakarta dengan perintah khusus dari Wagub DKI Jakarta. Fakta-fakta mengejutkan ini semakin membuat hati saya ngilu. Akan seperti apa wajah generasi masa depan jika kreativitas mereka salah tempat? Bagaimana kita memberi contoh role model remaja berprestasi agar kelas generasi berlomba untuk lebih baik dari segi akademiknya, jika yang bukan yang seharusnya mereka lakukan diusianya justru diberi tepukan yang meriah?

 

 

Referensi

"Kecemasan Gen Z di Balik Gemerlap Citayam Fashion Week - Analisis Data Katadata" , 
https://katadata.co.id/ariayudhistira/analisisdata/62df95d982e3c/kecemasan-gen-z-di-balik-gemerlap-citayam-fashion-week-Penulis: Aria W. Yudhistira, diakses pada 29 Juli 2022

 

 

Komentar

  1. Sama kak aku juga pengen banget dapat beasiswa bahkan aku pernah berjuang buat dapat beasiswa eh malah gagal dan sekarang lagi berjuang lagi buat dapat beasiswa trus pas tau bonge nolak beasiswa auto jlebb banget sih kak, rasanya pengen nangis.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer