Dark Desire - Chapter Four
Dark Desire – Chapter Four
Dua minggu berselang, Rini
berhasil menjalankan misinya dengan baik, jelas ia merasa senang. Akan tetapi
ia sadar, Rana pasti akan kembali suatu hari nanti. Wanita itu cerdas, ia akan
menemukan jalan untuk keluar dari tempat persembunyian itu cepat atau lambat.
Kini Rini mulai mencari cara bagaimana untuk segera menghabisi nyawa Rana agar
tidak ada yang dapat menghalanginya, apalagi harta warisan yang diperuntukkan
untuk Rana belum disentuh olehnya, jika Rana mati, pasti harta untuk Rana akan
jatuh ke tangan Rini.
Di tengah khayalan Rini, sebuah
pesan masuk ke dalam gawainya. Pesan dari seseorang yang ia hapal betul apa
tujuannya kali ini menghubungi Rini.
“Mau sampai kapan kita
menyekap Dia?
Tulis seseorang di seberang sana.
Siapa lagi kalau bukan Antonius. Tanpa pikir panjang, Rini merasa ini lah
saatnya untuk dia menyampaikan rencana selanjutnya untuk menghabisi nyawa Rana.
“Can we talk by phone?”
Tanpa menunggu lama, Rini segera
mencari posisi yang aman untuk dapat berkomunikasi lewat telepon dengan Anton.
“Halo, gimana? Sudah kamu apakan
Rana?” tanyanya di ujung telepon.
“………………………………….”
“Apa? Lambat banget sih kamu.
Masa belum diapa-apain? Gimana kalau kita bunuh saja dia! Ide bagus, ‘kan?
Untuk soal bayaran, gampang itu,” tutur Rini tidak berdosa. Ia benar-benar
sudah kelewat batas.
“………………………………..”
“Oke. Aku setuju, kita bawa saja
Rana ke sana. Kita tinggalkan, dan orang-orang akan mengira kalau dia bunuh
diri dengan sengaja berdiri di tengah rel kereta api.”
Rini benar-benar puas, sebentar
lagi rencananya akan berhasil. Lusa Anton akan membawa Rana ke suatu tempat di
mana terdapat sebuah rel kereta api di dekat hutan dengan tidak banyak
pemukiman. Di sana Rana akan di tinggalkan seorang diri saat jadwal kereta api
melintas.
Rini sudah membayangkan
kehidupannya akan sebahagia apa, memiliki suami tampan, penuh perhatian dan
tentunya kaya-raya. Ia juga sudah memimpikan akan mengandung dan membesarkan
anak-anak Andre dengan senang hati. Namun sayang, ia tidak tahu kalau seluruh
rumah sudah di pasang CCTV yang dapat menangkap seluruh gambar dan suara di
rumah itu.
Di ruang kerja, Andre mengamati
setiap gerak-gerik Rini yang cukup mencurigakan, dimulai dari Rini yang
terlihat tertawa terbahak-bahak padahal tidak ada satupun yang sedang ia tonton
ataupun dibaca yang membuatnya bertingkah demikian. Ditambah lagi dengan
tingkahnya sehabis sarapan yang memilih menyembunyikan diri ke sudut rumah yang
jarang dijamah oleh siapapun termasuk Andre dan asisten rumah tangga.
Segala tipu muslihat Rini
ternyata masih dapat ditebak oleh Andre. Itu lah sebabnya mengapa Andre
memasang CCTV di setiap sudut rumah bahkan di tempat yang tidak terpikirkan
bakal diletakkan alat pengintai.
Andre mendengar semuanya. Semua
rencana Anton dan Rini. Kini, Andre tampak berpikir, raut wajahnya yang teduh
dan menyejukkan siapapun yang memandang kini berubah tajam dan bengis, seolah
ia memiliki dua kepribadian yang bisa disesuaikan. Tangannya mengepal, rona
merah penuh amarah di wajahnya seketika membaur menjadi satu. Gegas dia
mengabil ponsel dan mencari sebuah nama.
“Halo. Saya butuh kamu sekarang.
Kita ketemu di pintu tol Trans Jawa. Saya butuh empat orang. Untuk lebih
lengkapnya akan saya kirim melalui pesan.”
Suara Andre menggelegar memenuhi
ruangan. Lewat sambungan telepon, ia menentukan janji dengan beberapa orang.
Tol Trans Jawa adalah tol yang menghubungkan antara Jakarta menuju Madiun.
Kelihatannya Andre sedang bersiap untuk menyelamatkan Rana bermodalkan petunjuk
yang ia dengar dari percakapan Rana palsu.
Sesampai di pintul tol Trans
Jawa, Andre bertemu dengan Leon, seorang agen illegal yang biasa digunakan oleh
kalangan kelas atas jika mengalami suatu masalah. Leon tidak sendiri, ia
membawa empat anak buahnya untuk menjalankan perintah Andre. Leon hampir sama
dengan Anton dalam menjalankan tugasnya, mereka illegal,tapi sepak terjang
mereka tidak dapat dianggap remeh. Bedanya, Leon bekerjasama dengan polisi,
meski illegal, mereka dipercaya untuk membantu polisi menelusuri kasus-kasus
yang tidak dapat dijangkau polisi, apalagi untuk kasus-kasus terdesak. Jika
mengharapkan gerak dari aparat kepolisian, pasti akan memakan waktu yang lama,
mengingat birokrasi yang sulit.
***
“Paman Anton?” tanya Rana. Betapa
terkejutnya Rana, ketidaksengajaan ia yang hendak ke kamar kecil menjadi jalan
baginya untuk menguak misteri ini. Rana bertemu Anton.
Rana baik-baik saja, bahkan
sangat baik. Hanya saja ia tidak bisa keluar dari rumah itu. Seluruh pintu dan
akses keluar ditutup rapat-rapat. Mendengar ada suara seseorang, Rana semakin
mempercepat langkahnya. Dan siapa yang ada di hadapannya sungguh di luar dugaan.
“Ra-Rana? Kamu? Sedang apa di
sini?” tanya Anton terkejut.
“Paman sendiri? Sedang apa? Aku mendengar
namaku disebut.”
Anton kikuk, mana tega dia
menyakiti wanita yang dicintainya.
“Tolong jelaskan padaku, apa yang
sebenarnya terjadi. Paman tidak akan mungkin menyakitiku, ‘kan?” ucap Rana
meminta kejelasan.
“Baiklah akan aku ceritakan
padamu semuanya, tapi tolong. Setelah ini kamu harus mau mengikuti scenario yang
kubuat. Agar Rini tidak curiga,” jelas Anton pada Rana yang dibalas dengan raut
penuh pertanyaan. Ada apa ini sebenarnya?
Sudah kepalang basah, Anton mau
tak mau harus menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi dan yang akan
terjadi pada Rana. Meski konsekuensinya Rana akan mengetahui siapa saja
orang-orang serakah yang telah merusak kehidupannya.
Ini menandakan ka Siti imajinasinya berkembang. Bikin genre thriller klo menurutku yg tersusah diantara genre lainnya. Keren euy...
BalasHapusTerima kasih kak Nita ♥️
HapusAnton ini kukira bakal seram atau gimana. Sayang banget juga dia ga manfaatin kesempatan ini untuk memohon sama Rana kalau semuanya sudah selesai biar dia ga ditangkap (oke ini maksa banget)
BalasHapus