Bukan Jalan Ke Surga : Sebuah Refleksi Fenomena Sosial

Juli 24, 2022
1 komentar

Sejatinya seorang ibu adalah jembatan menuju surga bagi anak-anaknya, lantas bagaimana jika seorang ibu menganggap dirinya Bukan Jalan Ke Surga sebab kisah memalukan juga memilukan terjadi ketika ia resmi menyandang status sebagai ibu setelah mengetahui kabar kehamilannya.

Inilah kisah Sari, gadis polos berusia 21 tahun karangan Dewi Yulianti dalam sebuah cerpen berjudul “Bukan Jalan Ke Surga” yang dimuat di www.ngodop.com pada rubrik lakon. Jika dilihat sepintas, para pembaca sudah dapat menebak kemana arah cerita kehidupan Sari. Ia adalah korban dari keganasan dan kejamnya dunia menilai sesuatu hal miring yang disematkan pada wanita yang hamil di luar nikah. Menganggap bahwa kejadian itu juga karena kesalahan wanitanya yang mau saja dibawa kemana pun, salah wanitanya juga mengapa senang berpakaian seksi, salah wanitanya juga mengapa bodoh sekali sehingga mudah tertipu oleh rayuan lelaki.

Dalam cerpen ini, Dewi Yulianti selaku penulis menceritakan secara gamblang satu demi satu peristiwa memilukan yang dirasakan oleh Sari. Dengan menggunakan sudut pandang pertama juga gaya bahasa yang mudah untuk dipahami membuat saya sebagai pembaca terhanyut untuk terus mengikuti kisah Sari sampai akhir.

Belum lagi, konflik yang diangkat sebenarnya adalah konflik yang selalu bertebaran di mana saja. Apalagi saat ini, pergaulan antara lelaki dewasa dengan perempuan dewasa seperti tidak ada lagi batasnya. Semua bebas melakukan apa saja atas nama cinta, katanya.

Jika sebuah kehamilan di luar nikah dianggap biasa bagi mereka yang sama-sama menginginkannya, berbeda halnya dengan kisah Sari. Sari dan Rey – pacar Sari dengan sengaja menjebak Sari. Sari diperdaya, Sari dicekoki obat-obatan yang entah apa namanya hingga membuatnya tak sadarkan diri.

Dewi Yulianti juga memadukan konflik kehamilan di luar nikah ini dengan menggabungkan fenomena sosial lainnya, fenomena di mana seorang yang punya kuasa akan selalu menang meski ia bersalah. Itu lah gambaran sosok keluarga Rey, seorang yang punya kuasa hingga keadilan berbalik pada Sari. Belum lagi keluarga Sari yang seharusnya menjadi tembok pertahanan terdepan untuk Sari malah berbalik menyalahkannya, hanya Ibu kandung Sari yang setia menerima, menemani sang Putri yang acapkali ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, meminta sari untuk terus hidup agar kelak menjadi surga bagi anak-anak yang Sari lahirkan dan besarkan.

Selesai sampai disitu? Tidak. Dalam cerpen ini Mbak Dewi Yulianti juga menggambarkan dengan rinci bagaimana depresinya seseorang yang mengalami nasib seperti Sari. Dipaksa untuk menerima keadaan bahwa semua menyalahkannya, dipaksa menjadi Ibu bagi anak yang dikandungnya, anak yang sama sekali tidak diinginkannya. Bukan mudah menjalani hidup seperti Sari, amukannya, amarahnya sering kali dianggap gila oleh orang-orang terdekatnya.

“Untuk kalian, siapapun yang menemukan surat cinta ini. Depresi itu tidak sesederhana yang kalian ucapkan. Bukan soal kurangnya iman akibat jauh dari Tuhan- Sari, 21 tahun.”

Sari depresi, Sari frustasi. Adakah yang peduli? Tidak. Ini lah gambaran sosial kita di masyarakat yang menganggap remeh soal depresi, menganggap remeh kekuatan hati dan mental seseorang yang jika lemah maka dianggap lemah pula imannya, lemah pula hubungannya dengan tuhannya. Padahal, depresi sama sekali tidak dapat disangkut pautkan dengan Tuhan, justru banyak orang depresi yang diciptakan tanpa sengaja oleh lingkungan sekitarnya.

“Kali ini tolong, jangan hanya meminta anak perempuanmu untuk menjaga diri dan kehormatannya. Tetapi didiklah anak laki-lakimu juga, agar menjadi laki-laki yang mampu bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain. Ajari dia untuk menghargai wanita.”

Kutipan kalimat diatas adalah sebuah pesan yang sengaja dibuat tersurat oleh pengarang. Mengapa? Agar pesan tersampaikan dengan tepat tanpa meraba makna apalagi menduga-duga. Penulis meminta untuk semua dari kita mampu menjaga anak laki-laki kita seperti kita menuntut anak perempuan kita mampu menjaga diri dan kehormatannya.


Di akhir cerita pendek ini, penulis memberikan ending menohok, sesuai dengan gambar yang dapat kita lihat pertama kali Ketika membuka cerita ini, ada sebilah pisau berlumuran darah dipegang oleh tangan seorang wanita. Rey akhirnya terbunuh dengan tangan Sari sendiri. Sebuah ganjaran setimpal menurut Sari untuk seorang pecundang yang tak dapat dijerat hukum. Lantas? Apakah Sari akan menjadi Jalan ke Surga bagi buah hatinya?Penasaran? Baca kisah selengkapnya dengan mengklik tautan Bukan Jalan Ke Surga di rubrik lakon pada laman ngodop , ya gaes!

 


Komentar

  1. Ah ulasannya bikin penasaran jadi pingin baca bagi yang belum baca. Tugas Orangtua memang berat, ya...harus bisa mengarahkan anak lelaki maupun wanita agar tetap pada koridornya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer