Bukan Jalan Ke Surga : Sebuah Refleksi Fenomena Sosial
Inilah kisah Sari, gadis polos berusia
21 tahun karangan Dewi Yulianti dalam sebuah cerpen berjudul “Bukan Jalan Ke
Surga” yang dimuat di www.ngodop.com pada
rubrik lakon. Jika dilihat sepintas, para pembaca sudah dapat menebak kemana
arah cerita kehidupan Sari. Ia adalah korban dari keganasan dan kejamnya dunia
menilai sesuatu hal miring yang disematkan pada wanita yang hamil di luar
nikah. Menganggap bahwa kejadian itu juga karena kesalahan wanitanya yang mau
saja dibawa kemana pun, salah wanitanya juga mengapa senang berpakaian seksi,
salah wanitanya juga mengapa bodoh sekali sehingga mudah tertipu oleh rayuan
lelaki.
Dalam cerpen ini, Dewi Yulianti
selaku penulis menceritakan secara gamblang satu demi satu peristiwa memilukan
yang dirasakan oleh Sari. Dengan menggunakan sudut pandang pertama juga gaya bahasa
yang mudah untuk dipahami membuat saya sebagai pembaca terhanyut untuk terus
mengikuti kisah Sari sampai akhir.
Belum lagi, konflik yang diangkat
sebenarnya adalah konflik yang selalu bertebaran di mana saja. Apalagi saat
ini, pergaulan antara lelaki dewasa dengan perempuan dewasa seperti tidak ada
lagi batasnya. Semua bebas melakukan apa saja atas nama cinta, katanya.
Jika sebuah kehamilan di luar
nikah dianggap biasa bagi mereka yang sama-sama menginginkannya, berbeda halnya
dengan kisah Sari. Sari dan Rey – pacar Sari dengan sengaja menjebak Sari. Sari
diperdaya, Sari dicekoki obat-obatan yang entah apa namanya hingga membuatnya
tak sadarkan diri.
Dewi Yulianti juga memadukan
konflik kehamilan di luar nikah ini dengan menggabungkan fenomena sosial lainnya, fenomena di mana
seorang yang punya kuasa akan selalu menang meski ia bersalah. Itu lah gambaran
sosok keluarga Rey, seorang yang punya kuasa hingga keadilan berbalik pada Sari.
Belum lagi keluarga Sari yang seharusnya menjadi tembok pertahanan terdepan
untuk Sari malah berbalik menyalahkannya, hanya Ibu kandung Sari yang setia
menerima, menemani sang Putri yang acapkali ingin mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, meminta sari untuk terus hidup agar kelak menjadi surga bagi
anak-anak yang Sari lahirkan dan besarkan.
Selesai sampai disitu? Tidak. Dalam
cerpen ini Mbak Dewi Yulianti juga menggambarkan dengan rinci bagaimana
depresinya seseorang yang mengalami nasib seperti Sari. Dipaksa untuk menerima
keadaan bahwa semua menyalahkannya, dipaksa menjadi Ibu bagi anak yang dikandungnya,
anak yang sama sekali tidak diinginkannya. Bukan mudah menjalani hidup seperti Sari,
amukannya, amarahnya sering kali dianggap gila oleh orang-orang terdekatnya.
“Untuk kalian, siapapun yang menemukan surat cinta ini. Depresi itu tidak sesederhana yang kalian ucapkan. Bukan soal kurangnya iman akibat jauh dari Tuhan- Sari, 21 tahun.”
Sari depresi, Sari frustasi. Adakah
yang peduli? Tidak. Ini lah gambaran sosial kita di masyarakat yang menganggap
remeh soal depresi, menganggap remeh kekuatan hati dan mental seseorang yang
jika lemah maka dianggap lemah pula imannya, lemah pula hubungannya dengan
tuhannya. Padahal, depresi sama sekali tidak dapat disangkut pautkan dengan
Tuhan, justru banyak orang depresi yang diciptakan tanpa sengaja oleh
lingkungan sekitarnya.
“Kali ini tolong, jangan hanya meminta anak perempuanmu untuk menjaga diri dan kehormatannya. Tetapi didiklah anak laki-lakimu juga, agar menjadi laki-laki yang mampu bertanggung jawab atas dirinya dan orang lain. Ajari dia untuk menghargai wanita.”
Kutipan kalimat diatas adalah
sebuah pesan yang sengaja dibuat tersurat oleh pengarang. Mengapa? Agar pesan
tersampaikan dengan tepat tanpa meraba makna apalagi menduga-duga. Penulis meminta
untuk semua dari kita mampu menjaga anak laki-laki kita seperti kita menuntut anak
perempuan kita mampu menjaga diri dan kehormatannya.
Di akhir cerita pendek ini, penulis
memberikan ending menohok, sesuai dengan gambar yang dapat kita lihat pertama
kali Ketika membuka cerita ini, ada sebilah pisau berlumuran darah dipegang
oleh tangan seorang wanita. Rey akhirnya terbunuh dengan tangan Sari sendiri. Sebuah
ganjaran setimpal menurut Sari untuk seorang pecundang yang tak dapat dijerat
hukum. Lantas? Apakah Sari akan menjadi Jalan ke Surga bagi buah hatinya?Penasaran? Baca kisah
selengkapnya dengan mengklik tautan Bukan Jalan Ke Surga di rubrik lakon pada
laman ngodop , ya gaes!
Ah ulasannya bikin penasaran jadi pingin baca bagi yang belum baca. Tugas Orangtua memang berat, ya...harus bisa mengarahkan anak lelaki maupun wanita agar tetap pada koridornya.
BalasHapus