Dark Desire - Chapter Three

Juli 15, 2022
3 komentar

 

Dark Desire – Chapter Three

Cuaca Jakarta sore itu sangat indah, lengkungan mentari yang beranjak perlahan menuju ufuk barat terlihat jelas. Warna jingga terpancar terang bersatu dengan beberapa awan berbentuk aneka rupa.

Sepanjang jalan, Rini terus memamerkan senyum manisnya, berusaha untuk menjadi pribadi yang menyenangkan, ramah dan penuh kelembutan hati demi penyamaran sempurna. Jelas, sikap ini berbanding terbalik dengan watak asli Rini. Ia selalu terlihat jutek, cuek, acuh dan sering meremehkan orang lain kini harus berubah 360 derajat demi menjalankan misinya, menjadi istri lelaki idamannya.

“Wanita itu sudah aku bereskan. Jangan lupa bagianku.”

Pesan singkat dari Anton dibaca oleh Rini dengan wajah puas, semakin melebarkan senyumnya, membuat rona merah di pipi.

“Thanks. Good job.” Rini membalas pesan itu kemudian. Gegas Anton mengirim semua data pribadi Rana untuk Rini gunakan dalam penyamarannya, termasuk nomor Andre dan data penting lainnya.

***

Tepat pukul lima sore, Rini melenggang dengan penuh percaya diri menuju kantor almarhum Papanya di mana Andre kini berada. Merubah 360 derajat penampilannya, membuat ia leluasa masuk ke dalam perusahaan itu tanpa perlu susah payah. Seluruh karyawan perusahaan menyambut kedatangan Rini dengan hormat. Membiarkan ia berjalan menemui Andre di ruangannya.

“Hai Sayang … kerjaan kamu sudah beres?” sapa Rini yang sudah berdiri di ambang pintu ruangan Andre.

Andre kaget dan menoleh ke arah sumber suara, dilihatnya Rini yang tentu saja dalam penglihatan Andre adalah Rana. Andre sendiri belum pernah bertemu Rini, tidak juga pernah melihat wajahnya meski lewat foto. Dia juga tidak tahu jika saudari kembar istrinya sedang di Jakarta, lebih tepatnya berdiri tepat di depan mata.

“Sayang, kenapa kamu enggak bilang kalau sudah selesai? Aku bisa jemput kamu, lho,” jawab Andre. Ada yang berbeda pada istrinya sore ini, “Bukannya tadi pagi Rana memakai dress biru muda? Kenapa berubah jadi merah muda? Rana tidak begitu suka warna ini.” Andre berbisik dalam hati sambil terus memperhatikan wanita cantik di depannya. Pesona Rana dan Rini terbukti ampuh memikat siapapun yang memandang.

“Umm … aku enggak mau ngerepotin kamu, kebetulan aku lewat sini. “

Rini leluasa sekali masuk dan mendekati Andre. Dia yakin Andre tidak akan curiga dengan penyamarannya. Tanpa membuang banyak waktu, kesempatan ini Rini pergunakan sebaik mungkin, ia sudah tidak sabar untuk merasakan hangatnya dicintai seorang pria, diperlakukan bagai ratu dalam kerajaan bernama rumah tangga. Tangan Rini kini menggandeng pergelangan Andre yang masih duduk di depan meja kerjanya.

Dinner di luar, yuk!” ajak Rini pada suami barunya.

“Boleh. Kamu mau Dinner di mana, Sayang?” tanya Andre sambil menatap lekat ke wajah Rini. Benar-benar tidak ada yang berbeda dengan wajah Rana. Untuk lelaki asing seperti Andre yang baru seumur jagung mengenal dan hidup bersama Rana, melihat Rini sebagai Rana, Andre berhasil ditipu.

Sesekali, kecupan lembut mendarat di punggung tangan Rini, Rini yang dihujani rasa cinta merasakan kehangatan tersendiri dalam dirinya. Ada desiran berbeda yang tidak pernah dirasa olehnya, terlebih setelah perceraian Mama dan Papanya, Rini tidak lagi merasakan kehangatan dari sosok pria dewasa.

Rini yang terbuai dalam alunan rasa yang bergejolak di dalam dada kini merubah strateginya. Ia tidak ingin kebahagiaan ini sementara. Ia ingin selamanya, selamanya menjadi istri Andre atau bahkan menjadi ibu dari anak-anaknya.

***

Sebuah mobil sport seharga lima ratusan juga bewarna hitam mengkilat terparkir tepat di depan gedung kosmetik nomor satu di Indonesia itu. Seorang lelaki telah bersiap di balik kemudi, sedang menunggu targetnya keluar dari gedung tersebut.

“Permisi, Mbak Rana. Anda sudah ditunggu supir Anda di parkiran lobby,” ujar seorang petugas keamanan.

“Oh-baik. Terima kasih banyak Pak Mul.”

Rana bersiap dan segera beranjak menuju parkiran lobby. Dilihatnya sebuah mobil terparkir di sana, sedikit pun ia tidak merasa curiga, karena memang mobil tipe ini sering dipakai supir pribadinya ataupun supir Andre untuk mengantarnya kemana saja.

Rana berjalan mendekat, membuka pegangan pintu mobil dan masuk, duduk di kursi penumpang seperti biasa. Tanpa disadari, seseorang telah menunggu tepat di belakangnya, bersiap menyergap dirinya, membekap mulutnya dengan cairan sapu tangan beracun.

“A … to-to … lo-eum …,” teriak Rana belum sempat menyempurnakan ucapannya, tubuhnya lemas menghirup cairan bius yang ada di sapu tangan itu. Rana tidak sadarkan diri. Mobil melaju dengan cepat menuju tempat persembunyian.

Mobil terparkir tepat di sebuah rumah tua, dengan warna cat yang sudah kusam, juga ilalang yang menjalar, sebuah rumah kosong di tengah hutan. Anak buah Anton membawa tubuh Rana masuk. Membaringkannya di sebuah ranjang yang dibungkus seprai putih kusam, berukuran tiga kaki, khas ranjang rumah sakit.

“Kita apakan lagi dia, Bos?” tanya Daniel, salah satu anak buah Anton.

“Biarkan saja Dia. Biar aku yang menjaganya.”

Semua anak buah Anton berlalu pergi sesuai perintah. Rana yang masih terbaring di atas ranjang mulai diperhatikan oleh Anton. Ia ingat betul, beberapa kali saat ia ingin menjalankan aksi bejatnya, berakhir kandas dan putar haluan karena tak sengaja bertemu dengan Rana. Lembutnya hati Rana mengalihkan dunia juga rencana jahat Anton. Ia tidak pernah tega melakukan hal keji yang berkaitan dengan Rana, baik itu perusahaan tempat Rana bekerja, rekan kerjanya, ataupun atasannya. Mereka harus berterima kasih pada Rana, berkat dia Anton menggalkan misinya.

Berbeda dengan Rini, Rana memiliki tempat khusus di hati Anton. Kenangan masa kecil mereka membekas hingga sekarang, kebaikan – kebaikan Rana meluluhkan hatinya, usia mereka tidak terpaut jauh, hanya berjarak empat tahun dari Rana dan Rini, Anton sendiri adalah adik bungsu Sonya beda ibu satu ayah. Itu lah mengapa jarak usia Anton dan Sonya yang terpaut sangat jauh.

Dalam keheningan, Anton memandang wajah Rana dengan penuh cinta, sesekali membelai pipinya lembut. Anton mencintai Rana sejak lama, rasa cinta tak sampai ini ia simpan sejak sepuluh tahun lalu. Sayangnya, rasa itu pupus tatkala untuk pertama kalinya Anton terjebak dalam limbah hitam kehidupan, ia berpikir bahwa tidak akan mungkin Rana membalas cintanya, selain kehidupannya yang bertolak belakang, status Rana dan Rani tetaplah keponakannya.

Anton memanfaatkan waktu yang singkat ini, untuk sekadar mencurahkan rasa dalam dadanya. Sebelum nanti Rana kembali sadar dan tahu bahwa yang menculiknya adalah Anton-pamannya.

Tubuh Rana mulai bergerak, ia mulai siuman. Gegas Anton beranjak pergi dan memanggil anak buahnya kembali. Ia tidak akan pernah tega menyakiti sang pujaan hati. Biarlah anak buahnya yang menjalankan tugas ini.

Memilih kota kecil di Madiun juga rumah tua yang berlokasi di tengah hutan, membuat Anton dan anak buahnya yakin Rana tidak akan bisa kabur dari sini, butuh waktu 7 jam untuk sampai di sini dari Jakarta. Toh, Andre dan Rini pasti sedang bersenang-senang menikmati kebersaan mereka, Andre juga tidak akan menyadari jika wanita yang ada bersamanya bukanlah Rana melainkan Rini.

“Tolong … tolong … saya diculik tolong …,” teriak Rana sekuat tenaga.

“Heh! Diam kamu! Berisik,” perintah Daniel.

“Ka-kamu siapa? Kenapa aku ada di sini?" tanya Rana dengan wajah takut, Rana mundur menempelkan dirinya ke tembok, berdiri tepat di sudut kamar itu dengan tubuh bergetar.

“Ha-ha-ha … kamu tidak perlu tahu siapa kami dan di mana kamu sekarang, cantik,” ucap salah seorang lainnya, mendekat perlahan dan mencoba menyentuh wajah Rana yang kini basah oleh keringatnya. Ia benar-benar ketakutan.

Stop. Kamu jangan coba-coba menyentuhnya! Bos bisa marah sama kamu.”

Setelah puas membuat Rana bergidik ngeri, Daniel dan temannya berlalu pergi meninggalkan kamar tempat Rana akan bermalam. Mereka hanya diperbolehkan mengunjungi Rana untuk mengantarkan makanan, minuman dan baju ganti untuknya.

“Ya Tuhan … di mana aku ini? Mengapa ada di sini? Bagaimana kabar Andre di sana? Apakah dia baik-baik saja? Apa ini berkaitan dengan persaingan bisnis perusahaan Papa? Apa ini ada kaitannya dengan kematian Papa juga? Tuhan … tolong lah aku,” lirih Rana yang terisak.

Satu jam lamanya ia meratapi nasibnya, duduk tersungkur di sudut kamar. Menyadari ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh, Rana terbangun, segera ia bangkit untuk memastikan siapa sosok itu. Perlahan ia berjalan menuju pintu, di ambang pintu kamar itu, Rana memberanikan diri menengok keluar, mengedarkan pandangannya mengamati sekeliling, berusaha mencari sosok misterius juga mencari celah agar ia bisa segera keluar dari rumah itu.

“Si-siapa itu? Jangan beraninya bersembunyi. Sini tunjukin wajamu!” teriak Rana penuh amarah. Rasa pusing di kepalanya juga matanya yang memerah menjadi penyebab murkanya saat ini.

Sepucuk surat terlempar ke arahnya, Rana berusaha mendekat ke arah sumber surat itu diberikan. Diambilnya surat itu sambil perlahan mendekati sumber gerakan. Jantungnya berdegup kencang, Rana seorang yang berhati lembut juga memiliki kelemahan, ia sangat takut sekali dengan kegelapan, ia takut sekali dengan hal-hal yang dapat mencelakakan dirinya. Langkah kakinya gemetar, sesekali ia melihat situasi di belakang, khawatir seseorang datang dan membekapnya lagi.

Sampai di ruangan gelap lainnya, Rana tidak melihat siapa pun di sini. Lantas, siapa yang melemparkan surat ini untuknya?

Tak satu pun sosok ia jumpai, Rana merasa aman sekarang. Dia yakin, tidak ada yang membahayakan dirinya untuk saat ini, perlahan ia membuka surat berbentuk persegi panjang itu, ada sebuah surat di dalamnya.

“Kamu tidak usah khawatir. Kamu akan baik-baik saja di sini. Justru kamu harus khawatir Ketika berada di luar rumah tua ini. Ada banyak sekali manusia-manusia sekarah penuh tipu daya yang akan menyakitimu, bahkan mungkin menghilangkan nyamamu seperti yang dialami oleh Adijaya Bratama-Papamu.”

Komentar

  1. Wahh, apa si Anton ini baik, Kak? Di surat itu aku kayak nangkep sebuah clue lain sihh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. 50:50 manusia yang kita jumpa tidak sepenuhnya jahat juga tidak sepenuhnya baik, toh?😁

      Hapus
  2. Hmmmm Rini oh Rini, sesusah apa sih cari cowok lain :(

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer