Dark Desire - Chapter Two

Juli 14, 2022
6 komentar

 

Dark Desire – Chapter Two

“Selamat pagi, Mbak. Ada yang bisa dibantu?” ucap salah satu resepsionis perusahaan. Rana mengedarkan pandangannya ke sekuruh perusahaan Papanya yang kian maju pesat sejak lima tahun terakhir ini, itu lah kabar yang ia dapat dari Mamanya-Sonya.

“Saya ingin bertemu dengan Bapak Bram Wijaya, kuasa hukum almarhum Adijaya Bratama,” jawab Rini.

“Baik, tunggu sebentar, Mba.”

Rini memilih untuk duduk di salah satu sofa ruang tunggu perusahaan. Dari arah pintu masuk, Andre beserta sekretarisnya-Dimas berjalan menuju lift. Rini tiba-tiba teringat ucapan Mamanya, bahwa adik kembarnya-Rana telah menikah tiga bulan yang lalu dengan seorang CEO perusahaan penerbitan mayor terbesar di Indonesia, Andre Kesuma. Sepintas wajah lelaki yang barusan lewat mirip sekali dengan wajah suami sang adik yang sempat ditunjukkan oleh Sonya. Benarkah itu Andre? 

“Permisi, Mba. Silakan ikut saya menuju ruang Pak Bram. Mari,” ajak resepsionis pada Rini yang masih mematung di sofa.

Sebenarnya Rini masih penasaran dengan sosok Andre yang baru saja dilihatnya. Akan tetapi, ia memilih untuk tidak menghiraukan dan tetap fokus pada tujuan awalnya. Mengambil hak warisannya dan pulang. Awalnya Rini juga berencana hanya satu pekan saja di Indonesia, lalu kembali ke London melanjutkan hidupnya dengan gelimang harta warisan almarhum Papanya.

Letak ruangan Bram Wijaya yang ternyata bersebelahan dengan ruangan Andre kini mencuri perhatiannya. Beberapa kali ia mencuri pandang melihat wajah sang adik ipar baru. Wajah maskulin dengan tubuh tinggi berkulit putih itu mengalihkan dua netra Rini, juga pikirannya. Maklum, hingga usia menuju akhir kepala dua, Rini masih berstatus lajang, bukan ia tidak ingin membina rumah tangga seperti adiknya, hanya saja ia ingin menikah dengan lelaki Indonesia saja, penuh kharisma dan berwibawa khas orang Indonesia. Dan sosok yang diinginkannya kini ada di depan matanya. Sayang, sosok itu telah menjadi milik adiknya.

Namun, bukan Rini namanya jika tidak mampu meraih apa yang ia inginkan, bukan?

***

“Silakan masuk, Mba. Pak Bram sudah menunggu,” ucap wanita berparas ayu dengan blazer merah muda.

“Terima kasih,” balasnya.

“Halo, Om. Apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya?” tutur Rini berusaha mencairkan suasana. Bram Wijaya adalah salah satu orang kepercayaan Papanya, sekaligus menjadi kuasa hukum pribadinya.

“Hai Rini, apa kabar kamu? Makin cantik saja, terakhir Om ketemu kamu saat kamu masih berusia tujuh tahun, masih berenang di kolam dengan bola air kesukaanmu,” jawab Bram menerima kedatangan Rini pagi itu.

“Yah … well, begini lah Om. I am good, my mother too, actually Aku sedih mendengar kabar meninggalnya Papa. Kepergian tiba-tiba memang sangat menyedihkan ya, Om,” ucap Rini mencoba berduka atas meninggalnya Adijaya, padahal sejak perceraian Mama dan Papanya, Rini sudah tak pernah lagi bertemu bahkan berkomunikasi. Bagaimana mungkin ikatan antara ayah dan anak masih tercipta. Rini hanya berbasa-basi.

“Papa kalian orang baik, orang paling jujur dalam berbisnis, Om merasa ada yang sengaja ingin menjatuhkan bisnisnya juga menghabisi nyawanya.”

Bram terlihat berpikir, guratan wajah murungnya kembali kala mengingat kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Persaingan dalam dunia bisnis memang sering sekali terjadi.

“Now, how about our business, Om? Can I?” tanya Rini yang memang tidak ingin berlama-lama mengenang kepergian Adijaya. Bukan itu misinya kali ini.

“Ah-ya. Bentar, Om ambilkan beberapa file dan berkasnya.”

Terlihat Bram sedang mempersiapkan segala berkas yang diperlukan untuk membahas hak waris dengan Rini. Untuk Rana? Ia sudah menyampaikannya sebulan lalu, tetapi Rana belum ingin membahasnya, ia berkata “Om, makam Papa belum kering. Tidak pantas saya membahas dan meminta hak waris atas saya.”

“Umm … Can I ask something?” tanya Rini di sela kesibukan Bram mempersiapkan berkasnya.

Yes, please, Dear.

“Apa … lelaki yang sekarang berada di ruangan Papa adalah suami, Rana?” tebak Rini.

Dahi Bram mengernyit, apakah Rini memang tidak mengetahui jika adik kandungnya telah menikah? Bram tersenyum lalu menjawab “Iya. Dia Andre Kesuma, Anak sulung pemilik penerbitan mayor terbesar di Indonesia. Kamu sudah mengenalnya?”

Rini menggeleng, “Saya baru bertemu denganya tadi pagi di lobby, Om.” Jawab Rini dengan mengalihkan pandangannya dan menyentuh beberapa buku koleksi Bram yang tersusun rapi di ruangannya.

“Apa kamu dan Sonya tidak diberitahu oleh Adijaya?” tanya Bram.

“Om lebih paham apa yang terjadi antara Mama dan Papa. Dua puluh tahun lamanya, sejak perceraian mereka, Aku dan Rana tidak pernah berkomunikasi, bahkan mungkin Mama tidak pernah berkomunikasi dengan Rana, begitu sebaliknya. Sisi gelap Mama yang tidak kusukai adalah … Ia mudah sekali jatuh hati dengan lelaki kaya raya, obsesinya juga tak biasa.”

Bram mengangguk paham. “Andre dan Rana belum lama mengenal hingga akhirnya mereka memutuskan menikah. Dari yang Om dengar, Rana memperkenalkan Andre pada Papa kalian di hari ulang tahun kalian berdua. Kecocokan itu muncul, tanpa basa basi, Andre meminang Rana dan menikah. Selama pernikahan Andre memperlakukan Rana dengan sangat baik, bahkan saat Adijaya meninggal, Andre tidak pernah lepas dari sisi Rana. Sungguh beruntung Rana memiliki Andre di sisa hidupnya pasca kepergian Adijaya,” tutur Bram menjelaskan tiap detail perlakuan manis Andre untuk Rana.

***

Dua jam berlalu, segala urusan hak waris yang diinginkan Rini telah selesai. Ia mendapatkan 40% harta Papanya, Rana juga demikian dan sisanya disumbangkan kepada rumah singgah anak yatim piatu yang berada tidak jauh dari rumah yang saat ini ditempati Rana dan suaminya. Rumah singgah yang didirikan oleh Rana sepuluh tahun lalu.

Rini kembali menuju hotel tempat ia menginap. Kekagumannya kepada sosok Andre semakin membuncah, Andre seperti lelaki impian seluruh wanita di dunia. Tidak memiliki sedikit celah.

Pandangannya tajam menembus kaca jendela kamar itu, sesekali ia memandangi benda pipih yang sedari tadi dipegangnya. Seperti sedang menunggu sebuah panggilan dari seseorang.

Tidak lama, benda itu pun berdering, terlihat sebuah nama yang memang sedang ia tunggu sejak tadi. Rini tersenyum dan menjawab panggilan “Halo Anton. Kamu di mana? Aku perlu bicara. Temui aku di café Rasa Desa di depan hotel Merpati. Aku tunggu kamu satu jam dari sekarang.”

Panggilan berakhir. Kini senyum tersungging di wajahnya. Ia terlihat berpikir dengan sesekali tersenyum di depan cermin besar yang tersedia di kamar hotel.

“Kamu akan menjadi milikku, tidak ada satu pun yang akan menghalangiku.” batin Rini dengan tetap berlenggak-lenggok menyerupai seseorang yang sangat ia kenal.

***

“Ada apa kamu memanggilku? Sejak kapan kamu di Indonesia?” tanya seorang pria dengan wajah persegi dengan bekas jahitan di pelipis matanya.

Tepat satu jam sesuai dengan yang Rini perintahkan, lelaki berambut gondrong yang kini duduk tepat di depannya ternyata adalah Antonius, adik bungsu Sonya Adelia. Antonius adalah mafia kelas kakap di Jakarta. Ratusan aksi kejahatan telah ia lakukan, mulai dari kejahatan kelas teri hingga kelas pejabat selesai di tangannya. Siapa yang tidak mengenal Antonius? Penjahat licin yang selalu berhasil keluar dari jeratan hukum.

“Aku mau kamu culik dia,” perintah Rini dengan menunjukkan foto wanita.

“Ha-ha-ha … kamu yakin? Ingat, bayaranku tidak murah, bahkan tak jarang nyawa taruhannya.”

“Tenang, kamu tahu ‘kan aku anaknya siapa?” balas Rini dengan senyum sinisnya.

“Kapan aku harus menculiknya?” tanya lelaki yang lebih dikenal dengan panggilan Anton itu.

“Sore ini. Aku ingin segera menggantikan posisinya, merasakan rasanya dicintai lelaki impianku.”

***

Selepas pertemuannya dengan Anton. Rini tidak kembali ke hotel, ia justru pergi ke pusat perbelanjaan, membeli segala baju serta pernak pernik yang biasa dikenakan oleh saudari kembarnya. Style feminim yang selalu terlihat di setiap postingan Rana menjadi acuan Rini untuk membeli beberapa pakaian yang Rana miliki. Hari ini, ia akan menjelma menjadi Rana, bukan lagi Rini Putri Adijaya.

Komentar

  1. Kesel bangett sama Rini T—T bibit-bibit pelakor sih ini mah, ada ya orang yang kayak begini.

    BalasHapus
  2. Kumenangiiissssssssss, membayangkankan betapa kejamanya Rini.

    Apa dari dulu suka nikung kali ya.

    BalasHapus
  3. Definisi perempuan savage ya Rini 😁

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer