Sujud Terakhir Ayah (Part 7)

Juni 29, 2022
0 komentar
"Ayah yakin enggak apa-apa?" Mualimah masih berusaha menanyakan apa hal yang membuat sang suami dia seperti ini. 

Tepat pukul setengah 6 sore Mahmud kembali ke rumah, tanpa serta Hafiz. Mualimah melihat gelagat berbeda dari pak Mahmud sejak kepulangannya tadi sore. Bahkan, hingga selesai shalat isya berjamaah, Hafiz tak juga kunjung pulang dan pak Mahmud yang diam seribu bahasa. 

"Yah, makan malam, yuk! Ibu temenin, ya," bujuk Mualimah pada sang suami. "Enggak, Bu. Ayah tidak lapar, pengen istirahat saja," bantah Mahmud malam itu. 

"Hafiz juga belum pulang, Yah, kemana ya Hafiz?" tanya Mualimah mencoba mengulik. Namun, tiba-tiba terdengar suara kendaraan roda empat memasuki pekarangan rumah, gegas Mualimah bangkit untuk melihat siapa gerangan yang datang. 

"Kak Hafiz kenapa tidak pulang dengan Ayah, Bu? Bukannya tadi pagi Ayah berangkat dengan kak Hafiz?" tanya Mumtaz yang sejak tadi duduk di ruang tamu membaca catatan sekolahnya hari ini.

Apa yang ditanyakan oleh Mumtaz ada benarnya, sedari tadi, Mualimah juga ingin mempertanyakan itu pada pak Mahmud, namun, melihat sikapnya yang aneh, Mualimah mengurungkan niatnya rapat-rapat. 

"Assalamu'alaikum, Bu," ucap Hafiz saat memasuki rumah.

"Wa'alaikumussalam, malam sekali kamu pulang, nak? Dari mana saja?" tanya Mualimah pada sang putra yang tak biasanya begini. 

"Iya, Bu. Maaf, Hafiz lupa memberi kabar, Hafiz diundang makan malam oleh pak lurah setempat setelah acara tadi. Segan rasanya menolak, ada pak camat juga turut hadir di acara tadi sore bu," jawab Hafiz. Ia menjawab seolah tidak mengerti maksud Ibunda.

"Tadi, sebelum menerima ajakan pak Lurah, kamu sudah pamit pada Ayah?" tanya Mualimah lagi, mencoba tidak ingin berprasangka buruk pada sang anak dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

"Itu dia, Bu. Saat Hafiz hendak mengajak ayah, Hafiz sudah tidak melihat keberadaan ayah. Ayah sudah pulang, Bu?" ucap Hafiz menjawab dengan seribu alasan, padahal tahu sendiri jika Hafiz sengaja tidak memedulikan Mahmud, bahkan ia tidak ingat jika pergi bersama sang ayah ketika ditanya oleh salah seorang jamaah sekaligus orang penting acara siang itu. 

"Kakak punya nomor ayah, kan? Kenapa tidak menelpon ayah? Kenapa ayah dibiarkan pulang sendiri?" cecar Mumtaz tak lagi bisa menahan sabar, melihat ayahnya pulang seorang diri dan kini mengurung diri. Bisa-bisanya sang kakak berkilah macam-macam. 

Hafiz tak mampu menjawab, ia hanya diam. Merespon apa lagi? Mumtaz kini telah beranjak remaja, ia pasti tahu mimik wajah sang kakak yang sedang berbohong. 

"Hus....huss..sudah-sudah, Mumtaz, ayo segera tidur, besok kamu harus sekolah, kan? Hafiz, kamu ganti baju saja dulu, istirahat, besok ibu mau ngobrol dengan kamu," ucap Mualimah menengahi.

Bukan tidak tahu maksud dari perkataan Mumtaz, namun, tidak pantas rasanya sudah malam begini memulai perdebatan dengan sang kakak. Sebagai anak tertua, Hafiz memiliki kedudukan penting dalam keluarganya, marwah itu lah yang ingin dijaga oleh Mualimah, bukan ia pilih kasih, lebih menyayangi Hafiz, namun, perdebatan apapun dalam rumah tangga, apalagi menyangkut antar saudara, harus dilakukan dengan cara yang benar, agar tetap tercipta keharmonisan, keselarasan serta kehangatan di dalamnya tanpa melanggar batas harga diri masing-masing. 

Sementara di dalam kamar, pak Mahmud belum sepenuhnya terlelap dalam tidur seperti yang terakhir diketahui oleh Mualimah. Ia mendengar tiap perkataan yang keluar dari mulut sang putra, nyeri rasa di hati, ia tidak menyangka Hafiz tega berbuat seperti itu. Berdusta dan menjadi durhaka pada orang tuanya, ia bukan hanya melupakan pak Mahmud, tetapi seperti malu mengakui status sosial dan ekonomi sang ayah di hadapan orang banyak. Hafiz terlena oleh salah satu nikmat yang Allah titipkan padanya. 

Kini, hati pak Mahmud benar-benar hancur, bagai pecahan kaca yang berserakan, jika suatu saat dikumpulkan kembali, bekas retakannya masih terasa. Ia tak akan pernah melupakan apa yang dialaminya hari ini, bahkan kini ia merasa pilu, membayangkan apa lagi yang akan ia dan keluarganya dapatkan dari seorang Hafiz, putra sulung kebanggaanya. 

Bersambung.....


Komentar

Postingan Populer