Puisi Raga yang Memilih Diam

Juni 23, 2022
9 komentar
                             Foto : Pinterest

Raga ini diam mematung
Berdiri di sebuah persimpangan, tanpa bicara, tanpa kata, tanpa suara
Entah apa yang telah membuatnya terjebak
Raga ini tetap diam terjerembab

Puing-puing pecahan kaca sisa semalam masih terlihat
Dalam biasnya aku masih dapat melihat kamu dan amarahmu, menyatu, besekutu tak tahu malu

Raga ini sering merasa asing
Di tengah ramainya kota di kala senja
Dia hanya mampu diam memendam 
Riak-riak suara berserak menyeruak membikin telinga pekak

Ini sore kedua kau buatku kecewa
Sisa-sisa tawa tahun lalu kini pergi entah kemana
Lalu lalang pejalam melintasi jalan bagai layangan yang terbang tak beraturan 

Raga masih duduk diam
Tepat di pinggir danau yang konon dapat menyatukan hati
Entah hati siapa yang sedang dinanti

Kaki membawa raga pergi mencari jati diri yang tlah lama bersembunyi dibalik tirai besi buatan sendiri

Lagi, raga ini hanya mampu diam
Menerima segala cercaan yang menancap tajam
Mereka bilang aku hanyalah korban atas kejamnya adam menyeleksi sang hawa

Setelah sewindu, Engkau kembali menemuiku menanyakan kabarku, keadaanku yang masih hidup tanpa keberadaanmu

Rinai hari itu menambah sendu dalam kalbu
Nabastala seolah tahu warna hatiku yang sedang kelabu

Meski engkau kembali menghampiri
Ragaku masih terasa sunyi
Renjana yang pernah kita renda bersama 
Nyatanya telah buram di balik lampu temaram

Belum genap seabad aku memilihmu
Jamanika hidupmu terbuka satu per satu
Membentuk sukma baru dalam hidupku
Mencampurnya dengan lara dan sendu

Raga ini tetap memilih diam
Menyelami kehidupan yang kian kelam
Menikmati tiap lebam yang kau tanam 
Membawanya hingga mataku terpejam

Pernah sesekali ingin berteriak
Mengajak raga veranjak dari keterpurukan yang menjebak
Namun, seolah dibatasi oleh benteng tebal nan menjulang
Ia hanya bisa kembali terdiam menikmati masam kehidupan

Seumur hidupku yang ku tahu hanya patuh
Menganggukkan kepala tanda setuju meski hatiku mengharu biru tak setuju
Raga ini telah terkunci atau mungkin telah terkubur mati dalam ruangan sempit berjeruji besi buatan sendiri

                            Foto : Pinterest



Tebing Tinggi, 23 Juni 2022



Komentar

  1. Puitis sekali kata2nya. Sepertinya ini sdh pas ya, masuk deskripsi paragraf

    BalasHapus
  2. Bagi raga-raga yang terkurung pilu di balik jeruji cinta, menjadi sadar dirilah bahwa kuncinya adalah menerobos dan tidak lagi berlarut dalam kepatahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menerobos bukan cara yang mudah bagi mereka apalagi aku, lidahku terlalu kelu untuk berani berlalu

      Hapus
  3. Membaca puisi ini, saya dapat memahami kekecewaan yang sangat besar. Pilihan diksinya menarik, seakan-akan tersurat tapi pada saat yang sama pembaca juga menerka-nerka apa yang terjadi dengan diamnya raga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener kak Nia..
      Terima kasih sudah mampir kakak...

      Hapus
  4. Aku suka banget sama puisi ini, kata-katanya puitis sekali

    BalasHapus
  5. Berat sekali ya konfliknya, diem-dieman begitu. Mau melakukan apa saja sepertinya serba salah huhuhu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer