Perubahan Undang-Undang Perlindungan Hukum untuk Anak, Sudahkah Efektif?

Maret 07, 2023
0 komentar
Undang-undang perlindungan hukum untuk anak telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dengan sebelumnya perlindungan anak secara hukum diatur dalam pasal 21 sampai 24 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002.
 
Beberapa perubahan tersebut ditujukan untuk melengkapi hal-hal apa saja yang telah diatur sebelumnya, melihat semakin kompleksnya permasalahan anak dan remaja di Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 telah diatur dalam beberapa pasal bahwa negara, pemerintah, maupun pemerintah daerah diharuskan menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan / atau mental, serta melindungi, dan menghormati hak anak dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak.
perlindungan-hukum-untuk-anak

Apa itu Perlindungan Anak?

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Secara garis besar, perlindungan terhadap anak seyogyanya telah lama diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 tertera pada pasal 34 yang berbunyi bahwa warga negara memberikan perlindungan kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Lalu kemudian, peraturan berkelanjutan terus dibuat agar dapat menjadi pegangan dari sisi hukum untuk anak yang melakukan tindak pidana saat masih di bawah umur (belum mencapai 18 tahun) dan juga untuk anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan fisik maupun mental.

Fakta dan Data Mengapa Anak Harus Memiliki Perlindungan Hukum

Semakin berkembangnya kehidupan di masyarakat menyebabkan banyak kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak. Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat contohnya, mencatat terdapat sebanyak 294 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di sepanjang tahun 2021. Dan untuk wilayah Pontianak khususnya tercatat kasus Anak berhadapan dengan Hukum sebanyak 147 kasus.

Tidak sampai disitu, anak-anak selalu menjadi sasaran empuk pelaku tindak kejahatan seperti kejahatan seksual, human trafficking dan eksploitasi anak. Anak-anak sangat rentan mengalami tindak kejahatan maupun kekerasan karena kondisi fisik mereka belum sekuat orang dewasa. Selain itu, minimnya pemahaman tentang hal-hal yang dapat membahayakan juga menjadi penyebab lainnya.

Mirisnya, pelaku tindak kejahatan terhadap anak justru datang dari orang terdekat atau yang sering berinteraksi dengan mereka.

KPAI mencatat bahwa tindak kejahatan seksual misalnya paling banyak dilakukan oleh orang dekat yang masuk dalam kategori immediate family seperti ayah, paman, kakek, atau kakak, juga mereka yang memiliki intensitas interaksi yang cukup tinggi dengan korban seperti tetangga atau teman sekolah.

perlindungan-hukum-untuk-anak

Contoh-contoh di atas hanya sebagian kecil dari sekian banyak kejahatan atau tindak kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan hilangnya hak mereka untuk terlindungi, dapat hidup dengan layak, tumbuh dan berpartisipasi secara optimal.

Apalagi untuk di kalangan sebagian masyarakat, hal yang sangat tabu sekali untuk mengadukan tindak kekerasan verbal maupun seksual kepada pemerinta atau pihak terkait yang berwenang karena dianggap merupakan hal yang biasa dan sudah sering terjadi.

Sebut saja kasus perundungan (bullying) yang terjadi akhir-akhir ini. Tak jarang penyelesaian masalah hanya sebatas kekeluargaan saja, padahal setiap anak yang menjadi korban perundungan memiliki trauma mendalam dan proses penyembuhan yang tidak sebentar.

Hal Signifikan Apa Saja yang Diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak?

perlindungan-hukum-untuk-anak
Secara garis besar, hal-hal dasar seperti latar belakang pembuatan Undang-Undang, tujuan, hak dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 adalah sama.

Akan tetapi, ada beberapa hal signifikan yang berubah. Salah satunya ialah proses peradilan untuk seorang pelaku yang berusia 12 tahun. Dalam Peraturan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 mengenai perlindungan anak mengatakan bahwa anak yang belum berumur 18 tahun harus melalui proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai dari tahap penyelidikan hingga tahap pembimbingan.

Jadi, tidak ada istilah bahwa pelaku yang masih berusia anak-anak bisa lepas dari jeratan hukum. Siapapun pelakunya, berapapun usianya, pelaku yang berusia anak-anak tetaplah bersalah, untuk itulah perubahan peraturan Undang-Undang Anak diperbarui.

Hal lainnya yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 ialah ancaman pidana bagi pelaku tindak kejahatan seksual kepada anak kecil. Pelaku tindak kejahatan seksual akan diancam pidana maksimal 15 (lima belas) tahun penjara, minimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal sebanyak Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Dan apabila pelaku pemerkosaan atau pencabulan dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidik maka pidana akan ditambah 1/3 dari total keseluruhan ancaman.

Masih segar dalam ingatan bahwa dalam Undang-Undangan No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa negara, pemerintah, dan pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan pemenuhan hak-hak anak tanpa memandang kondisi fisik, urutan kelahiran, ras, maupun golongan.

Menjadi angin segar bagi anak-anak Indonesia yang memiliki keistimewaan karena Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 telah mengakomodir hal tersebut. Anak-anak penyandang disabilitas menjadi kewajiban penuh pemerintah, dan pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan hukum tanpa membeda-bedakan.

Penutup

Anak adalah simbol generasi suatu bangsa. Sudah seharusnya negara dan pemerintah memperhatikan serta melindungi keberadaan anak-anak dalam ruang lingkup masyarakat karena anak-anak sejatinya sangat rentan mengalami tindak kekerasan juga kejahatan. Selain tidak dapat dipungkiri pula anak-anak mudah untuk terprovokasi juga terdorong untuk melakukan tindakan tidak pantas kepada temannya. Menjadi korban maupun pelaku, anak-anak tetap memiliki hak yang sama tanpa adanya pembedaan. Semoga perubahan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dapat menjawab permasalahan spesifik yang belum tertulis dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002.





Komentar

Postingan Populer