Pandangan Islam Terhadap Fatherless

Oktober 23, 2022
4 komentar
fatherless dalam pandangan islam

Istilah fatherless terdengar begitu asing di telinga masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan ketidaktahuann masyarakat akan fenomena yang saat ini banyak terjadi di masyarakat. Lantas, bagaimana fenomena fatherless ini di mata Islam?

Fatherless yang memiliki arti ketidakhadiran sosok seorang ayah baik fisik maupun psikologis dalam kehidupan anak ternyata membawa dampak besar bagi tumbuh kembang, kok bisa?

Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai "negara tanpa ayah" atau fatherless, di mana hal ini disebabkan oleh Ayah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah di luar rumah dan seluruh urusan domestik rumah tangga serta tumbuh kembang anak menjadi tanggung jawab Ibu seorang.

Komisoner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Lystiarti mengungkapkan bahwa fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran Ayah, atau anak yang mempunyai Ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan.

Bagaimana Islam Memandang Fenomena Fatherless?

Dalam Islam, peran Ayah ialah sebagai imam yang bertugas membimbing seluruh anggota keluarga ke jalan yang baik dan benar sesuai syariat Islam. Membimbing kehidupan seluruh anggota keluarga, baik Ibu maupun anak-anak. 


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (QS At Tahrim: 6).

Sudah seyogyanya seorang imam memastikan ilmu agama dan juga ilmu duniawi yang bagaimana yang boleh diserap oleh seluruh anggota keluarga. Imam bertugas menjadi garda terdepan dalam rumah tangga. Itulah mengapa seorang Ayah atau kepala rumah tangga perlu untuk terus hadir dalam setiap kegiatan keluarga, disamping tugasnya untuk mencari nafkah di luar rumah, hal ini yang memperkuat alasan mengapa Ayah juga perlu membangun bonding dengan anak.

Fenomena & Penyebab Fatherless

Selama ini, masayarakat kita berasumsi bahwa Ayah hanya bertugas mencari nafkah saja, lalu segala urusan anak menjadi tanggung jawab Ibu. Anak nakal, Ibu yang dianggap tidak becus mengajarkan akhlak. Anak sakit, Ibu dianggap tidak becus memberi nutrisi anak. Anak tidak pintar di sekolah, Ibu kembali disalahkan karena tidak mampu menjadi guru di rumah untuk anaknya.

Fatherless dalam pandangan islam

Kedekatan antara seorang anak dengan Ayah nyatanya memiliki banyak  manfaat baik untuk tumbuh kembang anak baik dari segi fisik maupun mentalnya. Dan fenomena fatherless ini kerap dianggap sebelah mata oleh banyak orangtua.

Dalam mendidik anak, orangtua haruslah hadir dan dapat bekerjasama dengan baik. Apalagi di usia emas mereka yaitu usia 7-15 tahun, peran kedua orangtua sangatlah penting.

Banyak sekali permasalahan tumbuh kembang anak yang ditengarai oleh ketiadaan peran orangtua secara lengkap, entah ditinggal karena kematian (yatim) atau ditinggal karena stigma masyarakat yang menganggap "mengurus anak" adalah urusan Ibu, urusan Ayah hanya mencari nafkah lahiriah semata.

Sebenarnya banyak sekali fenomena ganjil yang kerap kita lihat di sekitar kita, seperti halnya anak perempuan yang mencari sosok pria yang usianya lebih tua jauh darinya demi mendapatkan figur Ayah yang tidak didapatkan semasa kecil, atau perilaku anak lelaki usia remaja menyimpang lebih suka berdandan seperti perempuan, berlenggak-lenggok layaknya perempuan.

Belum lagi pengaruh penggunaan gawai mendominasi setiap kegiatan, melihat anak dan orangtua berkumpul di sebuah ruangan namun tidak satupun saling melengkapi, sibuk dengan gawai dan dunianya masing-masing bukan lagi pemandangan asing.

Hal ini membuat kehadiran figur Ayah semakin terkikis, bukan tidak sedikit Ayah yang berangkat kerja bahkan di saat anak masih tidur dan kembali di saat anak sudah tertidur lelap. Hal ini diperkuat dengan hasil sensus penduduk tahun 2020, bahwa anak Indonesia mengalami fatherless sebanyak 517,199 persen, dan angka ini akan terus bertambah jika orangtua tidah berbenah.

Dampak Fatherless Pada Anak

Peran Ayah seharusnya dapat menjadi pelindung, penyokong materi dan model keteladanan bagi seorang anak. Idealnya Ayah dapat memberikan kenyamanan tempat tinggal dan keamanan dari bahaya yang mengancam baik secara fisik maupun psikologis.

Peran Ayah terhadap anak di dalam keluarga juga sebagai motivator yaitu memberikan motivasi atau dorongan terhadap anaknya untuk selalu membuat dirinya berharga dalam kehidupannya. Selain itu peran Ayah juga sebagai mediator yaitu saat anak mengalami permasalahan dalam aktivitas atau hidupnya. Seorang Ayah harus mampu menjadi penengah dan pemberi solusi terbaik bagi anaknya.

Lalu bagaimana jika semua peran yang seharusnya dilakukan Ayah justru hilang?

Hal Apa Saja yang Dirasakan Anak Akibat Fatherless?

Dampak yang dirasakan seorang anak ketika kekurangan figur Ayah dalam hidupnya bukan hanya dirasakan saat masih kanak-kanak saja, dampak ini akan terus berlanjut hingga dewasa.
 
  1. Rendahnya Harga Diri (Self- Esteem) : Rasa minder disebabkan karena di berbagai momen, sosok Ayah tidak dapat menemani sehingga timbullah pemikiran dalam diri bahwa dia tidak berharga. Selain itu, sosok Ayah yang seharusnya dapat memberi pandangan tentang dunia luas justru lebih banyak absen, anak jadi kurang percaya diri untuk mengeksplor lebih jauh.
  2. Mudah Marah (Anger) : Jangan salahkan anak jika mereka sulit untuk diajak kompromi, diberitahu, dinasihati ketika beranjak remaja. Anak meniru apapun yang dilakukan orangtua, anak merekam segala kenangan pahit-manis yang orangtua torehkan. Anak pemberontak hadir dari orangtua yang enggan bahkan tidak pernah hadir dalam kehidupannya.
  3. Muncul Rasa Malu (Shame) : Kealpaan figur Ayah dalam setiap momen kehidupan, membuat anak merasa malu, malu yang ditimbulkan dari rasa rendah diri, rasa tidak berharga, rasa tidak menjadi prioritas, sehingga anak yang mengalami fatherless selalu merasa kurang percaya diri menonjol di tengah-tengah masyarakat, meski tidak semua begitu.
  4. Sering Merasa Kesepian (Loneliness) : Tidak heran, jika saat ini banyak sekali remaja tanggung yang tidak malu-malu untuk mendekati pria dengan jarak umur yang jauh darinya. Kebanyakan disebabkan karena rasa kesepian akan ketidakhadirnya sosok Ayah sehingga mereka akan mencari sosok yang dapat mengisi figur Ayah yang telah lama hilang.
  5. Rendahnya Kontrol Diri : Anak yang mengalami fatherless memiliki tingkat kematangan psikologis rendah cenderung lambat. Mereka akan lebih sering lari dan abai dari masalah yang dihadapi. Sikap mereka yang kekanak-kanakan dan terkesan ragu serta tidak tegas dalam mengambil keputusan merupakan dampak dari fatherless. Ketidakhadiran sosok Ayah membuat mereka bingung harus bersikap bagaimana ketika dihadapkan masalah.
Sekelumit dampak negatif akan ketidakhadiran sosok ayah sering dikait-kaitkan dengan anak yang akan gagal di masa depannya, layaknya anak broken home, yang kerap dinilai negatif dan tidak akan pernah sukses di kemudian hari. Benarkah demikian? Apakah tidak memiliki ayah (yatim) menjadi dambaan seorang anak? Tentu tidak.

Tidak ada satupun anak di dunia yang ingin hidup tanpa ayah, mereka pastinya ingin memiliki keluarga yang utuh. Lantas, bagaimana solusinya?

Dukungan seorang Ibu sangatlah penting. Dalam hal ini Ibu memainkan peran ganda, sebagai seorang Ibu sekaligus Ayah yang memberikan banyak ilmu, pemahaman juga motivasi untuk terus mendorong anak-anaknya.

Selain Ibu yang memainkan peran utama, peran keluarga yang sekiranya dari segi porsi dapat memenuhi kebutuhan sosok Ayah, seperti Kakek atau Paman dapat membantu mengatasi fatherless. Tujuan dari pemenuhan porsi Ayah yang dilakukan oleh anggota keluarga terdekat lainnya adalah agar reduksi gender tidak terjadi pada anak, khususnya anak lelaki, juga anak perempuan agar kelak tidak mencari sosok Ayah dengan jatuh ke pelukan lelaki paruh baya yang bisa jadi memberi dampak negatif bagi hidupnya.

Dari artikel ini kita banyak belajar ya, Sob! Ternyata lagi-lagi, menjadi orangtua bukanlah hal mudah, orangtua harus terus berkembang dan belajar. Harapannya, fenomena fatherless di Indonesia dapat menurun, dan teratasi dengan banyaknya sosialisasi juga pemerataan pemahaman bahwa bukan hanya Ibu yang bertugas mengasuh, mendidik dan membesarkan anak, ini tugas besar kedua orangtua.



























Komentar

  1. Bener sekali, anak butuh kehadiran dan kasih sayang ayah. Beruntung saya bisa selalu ada untuk anak2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak Wakhid memang Ayah yang hebat. Terus membersamai anak-anak ya, Pak

      Hapus
  2. Aku baru tau ada fenomena ini, kayaknya Indonesia perlu aware juga untuk pendidikan dan pengetahuan as s father, as a mother, and as a parent. Karena selama ini aku lebih sering menemukan pembelajaran terkait jadi anak yang baik. Susah ya jadi orangtua ternyata, enggak bisa salah mendidik terhadap tumbuh kembang anak. Namun, menurutku harus diimbangi dengan attitude anak yang mesti tahu posisi juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener. Terkait attitude anak sih sebenarnya bagaimana orangtua yg menciptakan, anak terlahir dalam keadaan suci, orangtua lah yang mendesign-nya..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer