Doa Kesabaran

Mei 31, 2022
6 komentar

Satu tahun telah berlalu sejak kepergiannya dari hidupku. Ia pergi membawa lima tahun waktuku yang dihabiskan untuk menunggu kepastiannya, ia juga pergi membawa separuh hati serta minatku pada lelaki. Ia pergi membawa segalanya, ia pergi tepat di saat aku membutuhkannya dalam langkah dan keputusan yang ingin ku bagi dengannya. 

Namaku Laras, seorang gadis sekaligus mahasiswa tingkat akhir, sedang menjalani kehidupan yang penuh tanda tanya setiap waktu. “kapan nikah? Udah 23 tahun lho! Mama dulu tuh ya seusia kamu udah menentukan pasangan hidup dan menikah.” Seolah Mama hanya memiliki kosa kata itu untuk ditanyakan kepadaku. “Eh gimana perkembangan skripsimu? Jadi wisuda bareng kan?” pertanyaan Shiren-sahabatku yang sepertinya satu perguruan dengan Mama karena pertanyaan mereka ya itu-itu saja. Huuhft..

Hatiku masih terlalu dini untuk menerima orang lain menempati sudut ruang yang pernah terisi, aku tidak ingin fokusku terbagi, lagipula sakit satu tahun lalu masih sangat menyiksa, entah mengapa. 

**********

“Laras?” suara seseorang yang tidak asing, tapi kenapa dia memanggilku? Bukannya minggu lalu aku sudah revisi skripsi.

Aku berbalik, sosok pria dengan tubuh tinggi dengan tangan kanannya memegang beberapa buah buku dan tangan kirinya memegang tas jinjing khusus laptop, dia berdiri tepat di depanku dengan wajah datarnya. Dia Anggara-dosen pembimbing skripsiku yang juga menjadi dosen paling menyebalkan sepanjang sejarah yang pernah ku temui. Anggara adalah dosen psikologi terapan di Universitas Internasional  Bina Bangsa. 

“Jangan melamun! Bantu saya bawa buku-buku ini ke ruangan saya!”

“Ba..baik, Pak.”

Beberapa buku yang dibawa olehnya kini sudah berpindah tangan, Anggara sudah melangkah jauh dan aku masih terpaku menatap kepergiannya seolah seperti mimpi, pasalnya Anggara ini terkenal sebagai dosen dingin, jarang banget Anggara mengajak mahasiswanya berbincang apalagi meminta bantuan bahkan diajak ke ruangan, ya…meski kali ini untuk membantunya, Anggara sulit sekali ditemui, bahkan  untuk menunjukkan revisian skripsi harus dikirim lewat email. 

Jejak Anggara benar-benar telah hilang dari pandangan, aku mengedarkan mata kesana-kemari untuk mencarinya namun hasilnya nihil. .

Kriiing……kriiiing…..kriiing…. 

”Halo..siapa nih?” tanyaku pada seseorang yang berada di ujung telepon, penelpon tanpa nama

“Kamu kemana? Mana buku-buku saya?” tanyanya datar. Suara seorang pria yang ku duga pasti Anggara

“i..i..iya, Pak. Saya tadi ke toilet sebentar,Pak. Ma..maaf, Pak.” Jawabku terbata. 

Dengan kekuatan seribu bayangan aku berlari menuju ruangan pria galak itu, duh..bisa-bisanya aku melamun sampai-sampai tidak ingat kalau buku-bukunya masih ditangan, apalagi nih alasanku selain pergi ke toilet, yah? Batinku beradu argumen sembari otakku memberi perintah pada kaki untuk semakin kencang belari, benar-benar kacau kalau sudah berurusan dengan Anggara, Apa masih kurang penderitaan setengah semester ekstra yang telah ku relakan demi dia? Iya, demi Anggara semua revisian terbengkali karena ia sedang menjalani program S3 di Jepang dan semua mahasiswa bimbingan skripsinya termasuk aku tidak bisa mengikuti periode wisuda  tahun ini. 

Dengan napas terengah, lutut kakiku rasanya lemas sekali bestie..bayangkan saja aku harus berlari dengan kecepatan 120/km per jam ditambah harus menaiki tangga karena ruangan para dosen berada di sebelah ruang administrasi fakultas. 

Tok…tok..tok..

“Per..permisi, Pak. Maaf saya terlambat, Pak, saya ke toilet dan…dan..huh..hah..”  satu-persatu kata keluar dari mulutku dengan napas yang masih berantakan. Anggara mengernyitkan dahi sambil menatapku sekilas lalu balik menatap layar komputernya. “Ih bener-bener ini dosen, ya. Gak ada peka-peka jadi orang, mbok ya aku disuruh duduk dulu kek!” batinku menggerutu. Tentu saja ini hanya sumpah serapah kekesalanku yang kulampiaskan di dalam hati, bisa mati aku kalau beneran.

************

Hari yang ditunggu datang, seluruh keluarga telah sibuk sejak pagi mempersiapkan segala keperluan,  Mama dan Kakak perempuanku sejak pagi sibuk menyiapkan baju seragam juga riasan untuk mereka berdua, sedangkan Papa dan adik lelakiku juga sibuk menelpon sanak-saudara yang akan menghadiri undangan makan siang sekaligus acara syukran yang diadakan dirumah. Tidak mewah dan juga tidak meriah hanya mengundang beberapa kerabat sebagai tanda syukur keluarga atas berhasilnya dan berakhir pula masa studiku.

 Setelah kejadian memalukan yang aku lakukan di depan Anggara tiga bulan lalu, Anggara sepertinya memberi banyak kemudahan untukku menyelesaikan revisian skripsi, yang biasanya sulit dijumpai sekarang malah membuka lebar pintu ruangannya untuk mahasiswa bimbingan skripsinya, alhamdulilah..teman-teman seperjuanganku juga diwisuda hari ini. 

“Selamat ya, Laras. Cumlaude lho! Keren banget siih…” seru Shiren yang dari jarak seratus meter  sudah melambai-lambaikan tangannya yang dipenuhi dengan berbagai model bucket dan juga boneka kecil berbentuk teddy bear bertoga. 

Papa dan Mama selalu menanamkan nilai kesabaran serta ketekunan kepada kami bertiga. Papa selalu bilang, sebagai manusia, kita hanya bisa berdoa lalu bersabar, dalam Al-Quran juga disebutkan “ Hai orang-orang beriman jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu” Al-Baqarah: 153.

Manusia sering terburu-buru, seolah-olah dikejar oleh waktu yang tak akan pernah kembali. Memang benar, hari ini tak akan terganti, esok atau lusa masih misteri dan pasti tak seperti hari ini, hal-hal demikian yang memicu keharusan tergesa, padahal semua sudah sesuai dengan kadarnya. Tidaklah mungkin rejeki orang lain menjadi milik kita, begitu pula sebaliknya. Pepatah dan keyakinan ini yang selalu menyadarkanku disaat ku jatuh, ketika kekasih tempatmu bersandar pergi, maka ada bumi tempatmu bersujud. Aku selalu bersabar menjalani setiap skenario menarik dari sang Kuasa apalagi untuk urusan jodoh, maut, rejeki, semua sudah ada masanya.

Setahun sudah aku bekerja di salah satu law firm, sebuah badan usaha yang bertujuan memberi layanan hukum kepada masyarakat baik individu maupun perusahaan di kota Jakarta, aku bertugas sebagai penasihat psikis untuk para client, mengenal lebih jauh kejiwaan client guna mempermudah proses hukum yang akan kami tangani. Pagi ini seperti biasa aku berangkat ke kantor, tidak ada yang aneh kurasa, semua sama. Papa yang sudah pensiun sejak enam bulan lalu kini menggeluti hobinya budidaya ikan lele, hitung-hitung tambahan sekaligus menyalurkan hobi, Mama? Pasti di dapur otak-atik resep kue kering, Oh Ya, Mamaku punya usaha catering dan juga toko kue kering yang selalu rempong jika sudah memasuki masa lebaran dan tahun baru, Dimas? adik lelakiku pasti sudah berangkat ke sekolah. Eitss bentar, kenapa ada bunga lily di meja makan? Aku mendekat, melihat bunga itu dengan seksama, mana tahu ada kartu ucapan dari sang pengirim. Secarik kertas dengan nuansa rustic ku dapati dekat dengan tangkai bunga yang tertutupi oleh kelopaknya.

{Ternyata surat yang saya selipkan diantara buku-buku yang saya beri setahun lalu tidak kamu baca? Nanti malam saya akan datang bersama keluarga saya untuk meminta kamu menjadi istriku- ibu dari anak-anakku. Anggara}

**********


Komentar

  1. Laras, kita di posisi yang sama. bedanya aku gak ada Anggara. huhu.
    gemes, ditunggu kelanjutannya kak :)) semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi..Sabar dan tetap semangat, mba..

      Ini cerpen mbak konsepnya, jadi tidak ada kelanjutannya..hehe

      Hapus
  2. When me in 23 y.o sementara temen-temen udah pada nikah bahkan punya anak. Lumayan bikin kepikiran wkwkwk semoga nasibku kek Laras yang tiba-tiba ada lamarann wkwk.

    BalasHapus
  3. Aamiin ya mbak Vina. Semoga Allah segerakan..

    Gak apa apa mba, nikah bukan ajang lomba kok..hehe

    BalasHapus
  4. Baca tulisan Ka Siti mengingatkan aku ke jaman saat masih SMP, jadi nostalgia. Nggak sabar ngikutin kelanjutan kisah Laras dan Anggara, tetep semangat ya Kaa aku tungguin loh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seneng banget di tungguin kak Tasya, tapi ini konsepnya cerpen..hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer