Mengajarkan Anak Berempati

Februari 23, 2024
2 komentar

Empati bukanlah sifat yang dibawa sejak lahir oleh anak, perlu arahan khusus dari orang tua untuk dapat mengajarkan anak berempati. Lingkungan sekitar khususnya kedua orang tua memiliki peranan penting dalam menumbuhkan sikap empati. 

Bukan tidak sedikit kasus yang terjadi akhir-akhir ini karena kurangnya empati pada anak. Sebenarnya empati itu apa? 

mengajarkan-anak-berempati
sumber foto: freepik.com

Empati adalah kemampuan anak untuk dapat merasakan dan memahami keadaan orang lain (individu) yang juga memiliki karakter - karakter berbeda. Sikap "ke-aku-an" anak-anak cenderung masing sangat tinggi hingga usia tertentu. 

Mereka belum paham kapan waktunya bersikap empati dan kapan harus memperjuangkan "milik" mereka. Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan literasi emosional. Anggapan ini sesuai dengan ungkapan Michele Borba, Ed.D., psikolog pendidikan dan penulis buku UnSelfie: Why Empathetic Kids Succeed in Our All-About-Me World mengatakan, “Gerbang menuju empati adalah melek emosional.”

Apa maksudnya dengan melek emosional?

Melek emosional adalah mengajarkan anak untuk mengetahui dan mampu mengidentifikasi emosi yang mereka alami sejak dini. Anak perlu diperkenalkan macam-macam emosi dan kapan waktu yang tepat untuk meluapkan emosi tersebut.

Orang tua dapat memperkenalkan emosi kepada anak dengan menyebut jenis emosi ketika mereka sedang merasakannya. 

Seperti contoh, ketika anak teriak-teriak menginginkan sesuatu, orang tua dapat mengatakan "Kamu sedang marah, ya?" Dengan demikian anak tahu apa yang sedang mereka rasakan. Atau Sobat juga dapat mengatakan "Mama kesal sekali hari ini sebab teman Mama membatalkan janjinya." 

Dari semua contoh di atas, anak akan belajar mengetahui sebab emosi dan cara mengelolanya. 

Apakah cukup dengan membantu anak mengidentifikasi emosinya? Sejatinya, orang tua juga perlu tahu apa saja penyebab sehingga anak kurang dapat berempati, diantaranya : Orang tua masih mengedepankan keinginan pribadi (seperti akademis) dibanding memahami kesehatan mental anak.

Ketika orang tua menaruh porsi emosional penuh kepada anak, dalam hal ini orang tua menunjukkan sikap empati, maka anak akan menirukannya. Orang tua selalu berusaha memenuhi keinginan anak tanpa mengajarkan anak untuk bersabar dan berusaha lebih keras. Emangnya ada hubungannya? Jelas ada. 

Hal yang Membuat Anak Kurang Berempati

Tanpa kita sadari, kebiasaan orang tua membuat anak kurang berempati terhadap lingkungan sekitar. 

Contohnya saja seperti ketika sedang ada pertandingan bola antar kelas. Di tengah permainan, salah seorang pemain terjatuh. Lantas apa yang dilakukan oleh teman-temannya? Tentu respon pertama yang dilakukan ialah menertawakannya, 'kan? 

Miris? Itulah yang terjadi. 

Di sisi lain, saat seorang guru sedang memberikan materi di depan kelas, mereka sibuk dengan dunianya hingga sama sekali tak menghargai siapa yang sedang berbicara.

Sadar atau tidak, banyak sekali pengaruh yang diberikan lingkungan hingga anak menjadi kurang berempati. Salah satunya ialah kurangnya pengenalan emosi sejak dini kepada anak. 

Anak hanya diajarkan bagaimana caranya menang, bagaimana merayakan keberhasilan, bagaimana memperoleh yang mereka inginkan tanpa pernah diperkenalkan atau mengasah naluri empati yang ada di dalam diri. 


Ajarkan Anak Hargai Proses

Kehidupan mengajarkan kita banyak hal, salah satunya adalah proses. Proses mendapatkan pendidikan terbaik, proses menerima kemenangan serta kesalahan, dan proses-proses kehidupan lainnya. 

Mengenalkan proses serta siapa saja yang berperan di dalamnya akan membantu anak memiliki rasa empati. Empati bukan sebatas mengasihani seseorang saja, 'kan?

Ketika anak peduli dengan apapun masalah yang ada disekitarnya juga masuk ke dalam kategori empati, dan sekarang sangat sulit menemukan fenomena ini. 

Kita yang sering abai hingga akhirnya slogan "Siapa lo siapa gue" tertanam dan mengakar sehingga rasa sayang dan cinta anak terhadap sesama memudar. 

Tidaklah salah jika kurangnya empati ini merembet kepada permasalahan serta kenakalan remaja lainnya. 

Munculnya bullying di lingkungan sekolah menjadi salah satu dampaknya. 

Siapa yang menyangka ternyata mengajarkan sikap empati kepada anak mampu menyelamatkan mereka dari banyaknya permasalahan remaja yang akan mereka hadapi di kemudian hari. 

Tidak akan pernah ada habisnya pembahasan serta pembelajaran sebagai orang tua. 

Orang tua adalah pembelajar abadi, kita diberi amanah untuk menjaga, merawat serta membimbing generasi bangsa yang tidak hanya berguna bagi negara namun juga untuk agama. 



Komentar

  1. Bener banget nih, Kak. PR besar untuk para orang tua dan calon orang tua untuk belajar keahlian ini. Agaknya makin ke zaman sekarang makin banyak aja menjumpai anak2 yang kurang bisa berempati, (entah pun dulu-dulu juga ya kan). Tapi ya gitu makin ke sini berita2 perundungan makin menjadi-jadi aja. 🥲

    BalasHapus
  2. Kenyataannya mayoritas orang tua tidak paham akan peran dan tanggung jawabnya terhadap perkembangan emosi dan mental anak. Banyak yang tidak menyadari bahwa tugas orang tua tidak hanya memberi makan dan sekolah. Menuntut pihak sekolah akan menjadikan anak-anak mereka jadi anak baik dan berpekerti. Padahal pendidikan dasar emosi dan etika itu dari rumah, dari orang tua.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer