Mengajarkan Anak Berempati
Empati bukanlah sifat yang dibawa sejak lahir oleh anak, perlu arahan khusus dari orang tua untuk dapat mengajarkan anak berempati. Lingkungan sekitar khususnya kedua orang tua memiliki peranan penting dalam menumbuhkan sikap empati.
Bukan tidak sedikit kasus yang terjadi akhir-akhir ini karena kurangnya empati pada anak. Sebenarnya empati itu apa?
sumber foto: freepik.com |
Apa maksudnya dengan melek emosional?
Melek emosional adalah mengajarkan anak untuk mengetahui dan mampu mengidentifikasi emosi yang mereka alami sejak dini. Anak perlu diperkenalkan macam-macam emosi dan kapan waktu yang tepat untuk meluapkan emosi tersebut.
Orang tua dapat memperkenalkan emosi kepada anak dengan menyebut jenis emosi ketika mereka sedang merasakannya.
Seperti contoh, ketika anak teriak-teriak menginginkan sesuatu, orang tua dapat mengatakan "Kamu sedang marah, ya?" Dengan demikian anak tahu apa yang sedang mereka rasakan. Atau Sobat juga dapat mengatakan "Mama kesal sekali hari ini sebab teman Mama membatalkan janjinya."
Dari semua contoh di atas, anak akan belajar mengetahui sebab emosi dan cara mengelolanya.
Apakah cukup dengan membantu anak mengidentifikasi emosinya? Sejatinya, orang tua juga perlu tahu apa saja penyebab sehingga anak kurang dapat berempati, diantaranya : Orang tua masih mengedepankan keinginan pribadi (seperti akademis) dibanding memahami kesehatan mental anak.
Ketika orang tua menaruh porsi emosional penuh kepada anak, dalam hal ini orang tua menunjukkan sikap empati, maka anak akan menirukannya. Orang tua selalu berusaha memenuhi keinginan anak tanpa mengajarkan anak untuk bersabar dan berusaha lebih keras. Emangnya ada hubungannya? Jelas ada.
Hal yang Membuat Anak Kurang Berempati
Ajarkan Anak Hargai Proses
Mengenalkan proses serta siapa saja yang berperan di dalamnya akan membantu anak memiliki rasa empati. Empati bukan sebatas mengasihani seseorang saja, 'kan?
Ketika anak peduli dengan apapun masalah yang ada disekitarnya juga masuk ke dalam kategori empati, dan sekarang sangat sulit menemukan fenomena ini.
Kita yang sering abai hingga akhirnya slogan "Siapa lo siapa gue" tertanam dan mengakar sehingga rasa sayang dan cinta anak terhadap sesama memudar.
Tidaklah salah jika kurangnya empati ini merembet kepada permasalahan serta kenakalan remaja lainnya.
Munculnya bullying di lingkungan sekolah menjadi salah satu dampaknya.
Siapa yang menyangka ternyata mengajarkan sikap empati kepada anak mampu menyelamatkan mereka dari banyaknya permasalahan remaja yang akan mereka hadapi di kemudian hari.
Tidak akan pernah ada habisnya pembahasan serta pembelajaran sebagai orang tua.
Orang tua adalah pembelajar abadi, kita diberi amanah untuk menjaga, merawat serta membimbing generasi bangsa yang tidak hanya berguna bagi negara namun juga untuk agama.
Bener banget nih, Kak. PR besar untuk para orang tua dan calon orang tua untuk belajar keahlian ini. Agaknya makin ke zaman sekarang makin banyak aja menjumpai anak2 yang kurang bisa berempati, (entah pun dulu-dulu juga ya kan). Tapi ya gitu makin ke sini berita2 perundungan makin menjadi-jadi aja. 🥲
BalasHapusKenyataannya mayoritas orang tua tidak paham akan peran dan tanggung jawabnya terhadap perkembangan emosi dan mental anak. Banyak yang tidak menyadari bahwa tugas orang tua tidak hanya memberi makan dan sekolah. Menuntut pihak sekolah akan menjadikan anak-anak mereka jadi anak baik dan berpekerti. Padahal pendidikan dasar emosi dan etika itu dari rumah, dari orang tua.
BalasHapus